26.2.12

[Oneshoot/PG -14] A year without rain

Tittle: A year without rain
Author: BlackPearl
Rating: PG -14 / Straight
Cast: Song Ah Ri (as you), Jo Youngmin, Park Jae-in
Length: OneShoot (2.042.
Genre: Love, Hurt
Disclaimer: I don't have Jo Youngmin's character, he belong himself and the story original.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Aku berdiri terdiam di tengah-tengah ruangan yang sangat gelap, merasa bingung karena tidak tahu aku sedang berada dimana. Aku hanya dapat menangis dan berharap seseorang dapat menolongku keluar dari kegelapan ini.
Tiba-tiba aku melihat Youngmin oppa berdiri jauh dariku, tersenyum padaku. Kemudian muncul sosok-sosok berjubah hitam mendekati Youngmin dan menarik tangannya menjauhiku. aku terlalu takut untuk berlari atau berteriak ketika melihat mereka, padahal aku ingin sekali melakukan itu.
Dan detik itu juga, mereka menatapku dengan mata yang cemerlang dan semerah darah.
***
Mataku mendadak terbuka.
Selama beberapa menit aku berbaring dengan sekujur tubuh gemetar dan terengah-engah di tempat tidurku yang hangat, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman mimpi. Langit diluar jendelaku berubah warna kelabu, kemudian merah muda pucat sementara aku menunggu detak jantungku melambat.
Setelah aku merasa tenang, aku bangkit dan berpakaian, turun ke dapur padahal hari masih pagi. Pertama-tama aku membersihkan ruangan-ruangan yang sudah rapi, kemudian setelah appa bangun, membuatkannya omelet. Aku terlalu tengang sehingga tidak bernafsu sarapan aku hanya duduk dikursiku sementara appa makan.
“Kamu enggak makan?” tanya appa.
“Aniyo. Aku sedang tidak bernafsu makan pagi ini.”
Setelah appa selesai makan, aku mencuci piring lalu membereskan dapur. Kemudian appa pergi sambil melambai, dan aku naik, menyikat gigi, dan mengumpulkan buku-bukuku. Ketika mendengar mobil appa menjauh, aku tahu sebentar lagi Youngmin menjemputku.
Saat aku mengintip keluar jendela, mobil hitam milik Youngmin sudah ada disana, menunggu di depan rumahku. Aku setengah berlari menuruni tangga, keluar rumah.
Ia menungguku disana, sambil bersandar di mobilnya dan tersenyum padaku saat aku mengunci pintu rumahku.
“Selamat pagi.” Suaranya lembut. “Bagaimana kabarmu hari ini, Ah Ri?” matanya menjelajahi wajahku, lalu mengerutkan keningnya.
“Baik, gomawo.” tanpa sengaja aku menguap.
Ia membukakan pintu bagiku lalu ia masuk ke kursi pengemudi, lalu menyalakan mesin mobilnya. “Kau tampak lelah.”
“Aku tak bisa tidur,” aku mengaku, tanpa sadar menggerai rambutku agar sedikit menutupi mata.
“Ya sudah, kau tidur dulu sebentar sebelum kita sampai di sekolah nanti.”
Aku menurut apa katanya, kututup mataku dan kembali tidur.
Jari-jari Youngmin mengusap pipiku. Aku mendongkak, mengerjap-ngerjapkan mata, kembali ke masa kini. Youngmin membungkuk dan berbisik ditelingaku.
“Kita sudah sampai, Sleeping Beauty. Waktunya bangun.”
Kami sudah sampai disekolah. Suasana sekolah masih seperti biasa, selalu diramaikan canda tawa dari murid-murid sepanjang lorong sekolah.
Ia berjalan berdampingan denganku, menggandeng tanganku. Ia selalu mengantarku kekelas terlebih dahulu, kelas kami berbeda dan saling berjauhan.
“Aku masuk dulu ya. Sudah mau bel nih.” Kataku begitu sampai didepan kelasku.
Aku berbalik, tapi ia menggenggam pergelangan tanganku lalu menariknya. “YA! Tunggu dulu, aku kan mau ngomong sesuatu dulu.” protesnya.
“Ngomong apa sih?”
“Nanti sepulang sekolah kita nonton ya? Udah lama kita kan nggak keluar.” pintanya.
"Ne, aku mau. Tapi nanti aku telpon appaku dulu ya.”
“Oke. Aku kekelas dulu ya, my dear.” katanya, tepat saat bel tanda masuk berbunyi.
See you again.” aku melihat ia berjalan menjauh sambil tersenyum. Aku segera masuk kekelasku.
Pelajaran berlangsung biasa-biasa saja, tidak ada hal yang menarik, seperti biasa.
Lalu ketika bel tanda pelajaran terakhir berakhir, aku langsung membereskan buku-bukuku lalu meninggalkan ruang kelas.
“Oppa,” sapaku ketika melihat ia berada di luar kelasku, aku tersenyum kecil mendengar sapaanku yang anti klimask.
Ia meraih tanganku, aku mendesah ketika jari-jarinya menggenggam tanganku. “Jadi berangkat?”
“Ne, jadi dong. Tadi aku sudah ijin ke appaku. Katanya pulang jangan malam-malam, kalau nggak semua pintu bakal appaku kunci!” aku terkekeh.
Ia tertawa lalu mengacak-acak rambutku.
Dalam perjalanan ke bioskop, kami saling bercanda satu sama lain. Hari ini ia terlihat berbeda, lebih banyak tertawa, becanda dan tersenyum. Aku menyukai dia yang seperti ini.
Ketika kami sudah sampai di bioskop, kami langsung membeli tiket. Aku merengek ingin menonton A year without rain, Karena film ini dibintangi aktris dan aktor favoritku, Selena Gomez dan Logan Lerman.
A year without rain menceritakan Selena Gomez, sebagai Luna, yang hari-harinya selalu ceria dan bahagia dengan Logan Lerman, sebagai Percy. Tapi suatu hari Percy harus pergi jauh ke London karena ibunya harus dirawat disana, sebenarnya Luna tidak rela kalau Percy pergi jauh darinya dan Percy berusaha menyakinkan Luna kalau perpisahan ini tidak untuk selamanya, Luna pun percaya. Selama Percy di London, ia selalu berkirim-kiriman E-mail dengan Luna. Hati Luna sangat senang ketika ia mendapat kabar kalau keesokan harinya Percy akan kembali ke Los Angeles. Tapi tiba saat hari dimana Percy akan kembali, Luna mendapat kabar bahwa pesawat yang di tumpangi oleh Percy mengalami kecelakaan dan tenggelam dilaut. Kemudian Luna terus menerus merasa sedih, ia sangat kehilangan Percy. dan hari-hari tanpa sang kekasih, seperti setahun tanpa hujan.
Aku sangat menyukai kata-kata Luna ketika ia mengetahui Percy telah tiada, I’m missing you so much. can’t help it even now. a day without you is like a year without rain. I need you by my side, don’t know how else to find. Entah mengapa setiap aku mendengar kata-kata itu, aku merasa akan kehilangan orang yang aku sayang, aku tidak tahu appaku atau… atau Youngmin.
Aduh, pikiranku kenapa jadi ngelantur gini sih. itu kan hanya perasaan saja, tidak akan terjadi. Belum.
Hari sudah mulai malam dan aku sangat kelelahan setelah menonton dan berjalan-jalan bersama Youngmin.
Didalam mobil, Youngmin kembali bercanda denganku. Saking asyiknya bercanda dengannya, ia tidak sadar telah melewati lampu merah.
“Oppa!” teriakku ketika melihat sebuah truk dengan lampu sorot yang menyilaukan mata dari sebelah kirinya Nahuel. Dan aku melihat Nahuel menatapku dengan pandangan takut dan terkejut
Kemudian pegangan tanganku terlepas dari bibir tebing dalam benakku.
Semua berubah gelap gulita.
***
Ketika terbangun aku melihat cahaya putih terang. Aku berada diruang yang asing, ruang putih. Dinding disebelahku tertutup tirai yang memanjang dari atas hingga bawah; di atas kepalaku, cahaya terang menyilaukan pandangan. Aku dibaringkan di tempat tidur yang keras dengan besi pengaman. Bantal-bantalnya kempis dan kasar. Ada bunyi bip yang mengganggu tak jauh dariku.
Tangan-tanganku dipenuhi selang infus, dan ada sesuatu direkatkan di wajahku, dibawah hidung. Aku tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi padaku. Aku hanya bisa mengingat aku melihat lampu sorot dari truk yang sangat menyilaukan mata dan wajah Youngmin yang sangat ketakutan dan terkejut.
“Kau sudah sadar? Ah Ri-ah, gwenchana?” tanya appa lembut.
“Appa?” Aku menoleh sedikit, ayah meletakkan dagunya diujung bantal. “Appa, apa yang terjadi? Mana Youngmin?”
“Tenanglah, Ah Ri.” ayah menenangkanku. “2 hari yang lalu kau mengalami kecelakaan bersama Youngmin.”
“Lalu Youngmin ada dimana sekarang?” tanyaku, mulai panik sendiri.
“Youngmin…” Ayah sepertinya enggan menjawabnya, aku menunggu penjelasannya dengan sabar.
“Youngmin sekarang ada di ICU, luka-lukanya sangat parah. Dan dia sekarang sedang… koma,” Appa menjelaskan.
“Koma?” tanyaku, khawatir
“Ne. Kita doakan saja semoga dia baik-baik saja.”
Aku mengangguk sedih.
Setelah keadaanku membaik, aku menjenguk Youngmin di ruang ICU. benar apa yang dikatakan appa, luka-lukanya sangat parah. Aku duduk di samping Youngmin dan menangis tersedu-sedu di sampingnya, berharap dia dapat membuka matanya dan tersenyum padaku.
Sudah seminggu aku disini dan hari ini aku sudah diperboleh pulang. Walaupun luka-lukaku belum sepenuhnya sembuh, tapi sudah mulai membaik. Dan saat aku akan pulang, aku mendapat kabar kalau Youngmin sudah di pindahkan ke ruang perawatan, kemarin dia sudah sadar.
Aku segera berlari ke ruang perawatan dan mendapatinya sedang berbaring, ia tersenyum padaku saat aku masuk dan mendekati dirinya.
“Kau baik-baik saja, jagiya?” tanya Youngmin.
Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, batinku. “Gwenchanae, oppa. Oppa bagaimana?”
Ia nyengir “Seperti yang kau lihat. Aku sudah mulai membaik.”
Aku hanya tersenyum kecil.
“Ah Ri-ah, maukah kau berjanji padaku sesuatu?” katanya kemudian.
“Apapun.” Aku mulai was-was dan penasaran.
“Jika aku tidak ada, jaga dirimu baik-baik. Jangan pernah menangis atau bersedih, aku tidak suka melihatmu sedih atau menangis. berjanjilah padaku.”
“Ssssttt,” aku menyuruhnya diam. “Oppa akan baik-baik saja. Luka-luka oppa juga sudah membaik. Oppa akan segera sembuh. Mungkin minggu depan oppa sudah boleh pulang. Percayalah padaku.”
“Ne, aku percaya. Tapi tetap kau harus berjanji padaku tentang itu, jagiya”
“Aku janji.”
Setelah mengobrol dan bercanda dengannya, aku harus segera pulang. Aku mengecup keningnya sebelum pulang dan berjanji akan kembali kesini besok.
Malam ini aku mendapatkan mimpi buruk lagi, sosok-sosok berjubah hitam itu menarik Youngmin oppa jauh dariku, lebih jauh dariku. Tapi ia tidak memberontak ketika ditarik oleh mereka, malah dia sempat tersenyum kecil padaku lalu mengucapkan kata berpisahan. Aku mencoba untuk menggapainya. tapi setiap kali aku mencoba menggapainya, dia semakin jauh dariku. Dan akhirnya menghilang didalam kegelapan.
Aku terbangun dengan perasaan terkejut. Di luar jendelaku matahari sudah tinggi, aku pasti telat bangun. Aku segera berpakaian lalu berpamitan kepada appa and eomma, aku ingin segera bertemu dengan Youngmin oppa. Aku sempat melihat ekspresi sedih, terluka, di wajah appa and eomma ketika aku menyebutkan nama Youngmin. Aku bingung dengan sikap mereka hari ini.
Sesampainya di Rumah Sakit, Youngmin tidak ada diruang perawatannya. Aku bertanya kepada suster, tapi suster itu malah bertanya namaku. Setelah aku menjawab pertanyaannya, suster itu hanya terdiam. Karena jengkel dengan sikap suster itu, aku langsung pergi kerumah Youngmin.
Rasa heran menyelimutiku ketika sampai dirumah Youngmin. Rumah Youngmin hari ini dipenuhi banyak orang-orang, termasuk teman-teman sekolahku.
Aku terpaku di ambang pintu ketika melihat tubuh Youngmin terbaring kaku di tengah-tengah ruangan. Air mataku tumpah begitu saja. Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, aku hanya terpaku dengan ekspresi terluka, sedih. Mengapa semua ini harus terjadi begitu cepat? Padahal baru kemarin aku bercanda-canda dengannya lagi setelah ia sadar dari koma.
Nyonya Jo, ibu Youngmin, menghampiriku dengan ekspresi yang sama sepertiku. Dia membawa sebuah kotak besar yang berbungkus kertas berwarna biru.
"Ah Ria-ah, gwencahanayo?" tanya Nyonya Jo sambil memperhatikan ekspresi wajahku
“Apa yang terjadi dengannya?” suaraku parau, menangis.
“Mianhe karena tidak memberitahumu. Tadi saat tepat pukul 1 pagi, kondisinya tiba-tiba menurun. Lalu ia dibawa keruang UGD. Tim dokter menemukan virus yang telah menyebar di otaknya. Mereka berusaha untuk membersihkannya, tapi ternyata Youngmin sudah tidak dapat diselamatkan.” Nyonya Jo sepertinya sulit untuk menceritakan bagaimana anaknya meninggal. “Dan dia menitipkan ini untuk diberikan kepadamu sebelum dia meninggal tadi.”
Aku tidak dapat berkonsentrasi apa yang dikatakan nyonya Jo. Kudekati tubuh Youngmin yang terbujur kaku dan berlutut disamping. “Waeyo, oppa? Kenapa kau lakukan ini padaku oppa? Oppa tega banget melakukan ini!”
Jae-in, sahabatku sejak aku masuk SMA, memeluk bahuku ketika aku menangis di samping tubuh Youngmin.
“Ah Ri-ah, ini semua bukan kesalahan dia, tapi ia sudah ditakdirkan hari ini dia harus meninggalkan kita semua. Jangan terlalu bersedih, dia pasti tidak ingin melihatmu bersedih seperti ini. Kau harus tegar menghadapi ini. Kamu harus ihklas dengan kepergiannya.”
Kusandarkan tubuhku ke Jae-in. Jae-in terus berusaha menghiburku dan mendampingiku ketika acara pemakaman Youngmin sedang berlangsung.
Aku kembali menangis histeris ketika tubuh Youngmin dikubur. Jae-in berusaha menenangkanku lagi.
Jae-in mengantarkanku pulang. sebelum pulang, nyonya Jo menyerahkan kotak yang Youngmin oppa titipkan untukku.
Sesampainya dirumah, kubuka kotak itu. Didalam kotak itu ada sebuah CD dan MP3 player. Kunyalakan CD itu. Ku lihat Youngmin sedang duduk di kasur rumah sakit dan mengenakan piyama rumah sakit berwarna hijau.
“Jagiya, jangan sedih. Aku tahu ini tidak adil untukmu, tapi aku harus pergi. Mianhe aku harus pergi dalam keadaan seperti ini. Aku mau kau harus tetap tegar. Aku tidak mau melihatmu sedih hanya karena aku telah tiada. Walau aku sudah tiada, tapi aku akan tetap hidup dihatimu. Aku memberimu MP3 player. Aku isi lagu-lagu kesukaanmu, termasuk soundtrack dari film A year without rain. Kamu kan pernah bilang mau mencari lagu itu, jadi aku carikan saja sekalian. Dan yang mengherankannya, aku juga menyukai lagu ini. Jeongmal Mianhe. Gomawo. Saranghaeyo Ah Ri-ah”
Aku menangis, ternyata mimpi burukku selama ini pertanda aku akan kehilangan dia. Mengapa aku tidak menyadari hal itu sejak awal?
Mungkin aku menyadarinya sedikit, tapi aku tidak memusingkan masalah mimpiku. Aku beranggapan itu hanya bunga tidur saja. Aku selalu percaya mimpi tidak dapat terwujud.
Saat hatiku sedang kacau seperti ini, aku mendengarkan lagu A year without rain yang judul lagunya juga sama dengan filmnya.
Kuputar berulang kali pada bagian, I’m missing you so much. Can’t help it even now. A day without you is like a year without rain. I need you by my side, don’t know how else to find, sampai hatiku tenang.
Ketika hatiku sudah tenang, kubuka jendela kamarku dan aku menatap kelangit malam yang ditabur oleh bintang-bintang dan sinar bulan. Aku seakan-akan melihat Youngmin sedang berada dilangit itu, sedang bermain harpa, ia sangat menyukai alat musik itu. Aku tersenyum pada langit itu dan seolah-olah aku melihat Youngmin juga tersenyum padaku. Aku merasa ia memainkan lagu A year without rain dengan harpa itu untukku.
Aku harus menepati janjiku pada Youngmin. Walaupun sekarang dia telah tiada, tapi kenangan tentangnya tetap hidup dalam pikiran dan hatiku. Saranghae, Youngmin oppa….
-THE END-

[Oneshoot/PG -14] A year without rain

Tittle: A year without rain
Author: BlackPearl
Rating: PG -14 / Straight
Cast: Song Ah Ri (as you), Jo Youngmin, Park Jae-in
Length: OneShoot (2.042.
Genre: Love, Hurt
Disclaimer: I don't have Jo Youngmin's character, he belong himself and the story original.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Aku berdiri terdiam di tengah-tengah ruangan yang sangat gelap, merasa bingung karena tidak tahu aku sedang berada dimana. Aku hanya dapat menangis dan berharap seseorang dapat menolongku keluar dari kegelapan ini.
Tiba-tiba aku melihat Youngmin oppa berdiri jauh dariku, tersenyum padaku. Kemudian muncul sosok-sosok berjubah hitam mendekati Youngmin dan menarik tangannya menjauhiku. aku terlalu takut untuk berlari atau berteriak ketika melihat mereka, padahal aku ingin sekali melakukan itu.
Dan detik itu juga, mereka menatapku dengan mata yang cemerlang dan semerah darah.
***
Mataku mendadak terbuka.
Selama beberapa menit aku berbaring dengan sekujur tubuh gemetar dan terengah-engah di tempat tidurku yang hangat, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman mimpi. Langit diluar jendelaku berubah warna kelabu, kemudian merah muda pucat sementara aku menunggu detak jantungku melambat.
Setelah aku merasa tenang, aku bangkit dan berpakaian, turun ke dapur padahal hari masih pagi. Pertama-tama aku membersihkan ruangan-ruangan yang sudah rapi, kemudian setelah appa bangun, membuatkannya omelet. Aku terlalu tengang sehingga tidak bernafsu sarapan aku hanya duduk dikursiku sementara appa makan.
“Kamu enggak makan?” tanya appa.
“Aniyo. Aku sedang tidak bernafsu makan pagi ini.”
Setelah appa selesai makan, aku mencuci piring lalu membereskan dapur. Kemudian appa pergi sambil melambai, dan aku naik, menyikat gigi, dan mengumpulkan buku-bukuku. Ketika mendengar mobil appa menjauh, aku tahu sebentar lagi Youngmin menjemputku.
Saat aku mengintip keluar jendela, mobil hitam milik Youngmin sudah ada disana, menunggu di depan rumahku. Aku setengah berlari menuruni tangga, keluar rumah.
Ia menungguku disana, sambil bersandar di mobilnya dan tersenyum padaku saat aku mengunci pintu rumahku.
“Selamat pagi.” Suaranya lembut. “Bagaimana kabarmu hari ini, Ah Ri?” matanya menjelajahi wajahku, lalu mengerutkan keningnya.
“Baik, gomawo.” tanpa sengaja aku menguap.
Ia membukakan pintu bagiku lalu ia masuk ke kursi pengemudi, lalu menyalakan mesin mobilnya. “Kau tampak lelah.”
“Aku tak bisa tidur,” aku mengaku, tanpa sadar menggerai rambutku agar sedikit menutupi mata.
“Ya sudah, kau tidur dulu sebentar sebelum kita sampai di sekolah nanti.”
Aku menurut apa katanya, kututup mataku dan kembali tidur.
Jari-jari Youngmin mengusap pipiku. Aku mendongkak, mengerjap-ngerjapkan mata, kembali ke masa kini. Youngmin membungkuk dan berbisik ditelingaku.
“Kita sudah sampai, Sleeping Beauty. Waktunya bangun.”
Kami sudah sampai disekolah. Suasana sekolah masih seperti biasa, selalu diramaikan canda tawa dari murid-murid sepanjang lorong sekolah.
Ia berjalan berdampingan denganku, menggandeng tanganku. Ia selalu mengantarku kekelas terlebih dahulu, kelas kami berbeda dan saling berjauhan.
“Aku masuk dulu ya. Sudah mau bel nih.” Kataku begitu sampai didepan kelasku.
Aku berbalik, tapi ia menggenggam pergelangan tanganku lalu menariknya. “YA! Tunggu dulu, aku kan mau ngomong sesuatu dulu.” protesnya.
“Ngomong apa sih?”
“Nanti sepulang sekolah kita nonton ya? Udah lama kita kan nggak keluar.” pintanya.
"Ne, aku mau. Tapi nanti aku telpon appaku dulu ya.”
“Oke. Aku kekelas dulu ya, my dear.” katanya, tepat saat bel tanda masuk berbunyi.
See you again.” aku melihat ia berjalan menjauh sambil tersenyum. Aku segera masuk kekelasku.
Pelajaran berlangsung biasa-biasa saja, tidak ada hal yang menarik, seperti biasa.
Lalu ketika bel tanda pelajaran terakhir berakhir, aku langsung membereskan buku-bukuku lalu meninggalkan ruang kelas.
“Oppa,” sapaku ketika melihat ia berada di luar kelasku, aku tersenyum kecil mendengar sapaanku yang anti klimask.
Ia meraih tanganku, aku mendesah ketika jari-jarinya menggenggam tanganku. “Jadi berangkat?”
“Ne, jadi dong. Tadi aku sudah ijin ke appaku. Katanya pulang jangan malam-malam, kalau nggak semua pintu bakal appaku kunci!” aku terkekeh.
Ia tertawa lalu mengacak-acak rambutku.
Dalam perjalanan ke bioskop, kami saling bercanda satu sama lain. Hari ini ia terlihat berbeda, lebih banyak tertawa, becanda dan tersenyum. Aku menyukai dia yang seperti ini.
Ketika kami sudah sampai di bioskop, kami langsung membeli tiket. Aku merengek ingin menonton A year without rain, Karena film ini dibintangi aktris dan aktor favoritku, Selena Gomez dan Logan Lerman.
A year without rain menceritakan Selena Gomez, sebagai Luna, yang hari-harinya selalu ceria dan bahagia dengan Logan Lerman, sebagai Percy. Tapi suatu hari Percy harus pergi jauh ke London karena ibunya harus dirawat disana, sebenarnya Luna tidak rela kalau Percy pergi jauh darinya dan Percy berusaha menyakinkan Luna kalau perpisahan ini tidak untuk selamanya, Luna pun percaya. Selama Percy di London, ia selalu berkirim-kiriman E-mail dengan Luna. Hati Luna sangat senang ketika ia mendapat kabar kalau keesokan harinya Percy akan kembali ke Los Angeles. Tapi tiba saat hari dimana Percy akan kembali, Luna mendapat kabar bahwa pesawat yang di tumpangi oleh Percy mengalami kecelakaan dan tenggelam dilaut. Kemudian Luna terus menerus merasa sedih, ia sangat kehilangan Percy. dan hari-hari tanpa sang kekasih, seperti setahun tanpa hujan.
Aku sangat menyukai kata-kata Luna ketika ia mengetahui Percy telah tiada, I’m missing you so much. can’t help it even now. a day without you is like a year without rain. I need you by my side, don’t know how else to find. Entah mengapa setiap aku mendengar kata-kata itu, aku merasa akan kehilangan orang yang aku sayang, aku tidak tahu appaku atau… atau Youngmin.
Aduh, pikiranku kenapa jadi ngelantur gini sih. itu kan hanya perasaan saja, tidak akan terjadi. Belum.
Hari sudah mulai malam dan aku sangat kelelahan setelah menonton dan berjalan-jalan bersama Youngmin.
Didalam mobil, Youngmin kembali bercanda denganku. Saking asyiknya bercanda dengannya, ia tidak sadar telah melewati lampu merah.
“Oppa!” teriakku ketika melihat sebuah truk dengan lampu sorot yang menyilaukan mata dari sebelah kirinya Nahuel. Dan aku melihat Nahuel menatapku dengan pandangan takut dan terkejut
Kemudian pegangan tanganku terlepas dari bibir tebing dalam benakku.
Semua berubah gelap gulita.
***
Ketika terbangun aku melihat cahaya putih terang. Aku berada diruang yang asing, ruang putih. Dinding disebelahku tertutup tirai yang memanjang dari atas hingga bawah; di atas kepalaku, cahaya terang menyilaukan pandangan. Aku dibaringkan di tempat tidur yang keras dengan besi pengaman. Bantal-bantalnya kempis dan kasar. Ada bunyi bip yang mengganggu tak jauh dariku.
Tangan-tanganku dipenuhi selang infus, dan ada sesuatu direkatkan di wajahku, dibawah hidung. Aku tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi padaku. Aku hanya bisa mengingat aku melihat lampu sorot dari truk yang sangat menyilaukan mata dan wajah Youngmin yang sangat ketakutan dan terkejut.
“Kau sudah sadar? Ah Ri-ah, gwenchana?” tanya appa lembut.
“Appa?” Aku menoleh sedikit, ayah meletakkan dagunya diujung bantal. “Appa, apa yang terjadi? Mana Youngmin?”
“Tenanglah, Ah Ri.” ayah menenangkanku. “2 hari yang lalu kau mengalami kecelakaan bersama Youngmin.”
“Lalu Youngmin ada dimana sekarang?” tanyaku, mulai panik sendiri.
“Youngmin…” Ayah sepertinya enggan menjawabnya, aku menunggu penjelasannya dengan sabar.
“Youngmin sekarang ada di ICU, luka-lukanya sangat parah. Dan dia sekarang sedang… koma,” Appa menjelaskan.
“Koma?” tanyaku, khawatir
“Ne. Kita doakan saja semoga dia baik-baik saja.”
Aku mengangguk sedih.
Setelah keadaanku membaik, aku menjenguk Youngmin di ruang ICU. benar apa yang dikatakan appa, luka-lukanya sangat parah. Aku duduk di samping Youngmin dan menangis tersedu-sedu di sampingnya, berharap dia dapat membuka matanya dan tersenyum padaku.
Sudah seminggu aku disini dan hari ini aku sudah diperboleh pulang. Walaupun luka-lukaku belum sepenuhnya sembuh, tapi sudah mulai membaik. Dan saat aku akan pulang, aku mendapat kabar kalau Youngmin sudah di pindahkan ke ruang perawatan, kemarin dia sudah sadar.
Aku segera berlari ke ruang perawatan dan mendapatinya sedang berbaring, ia tersenyum padaku saat aku masuk dan mendekati dirinya.
“Kau baik-baik saja, jagiya?” tanya Youngmin.
Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, batinku. “Gwenchanae, oppa. Oppa bagaimana?”
Ia nyengir “Seperti yang kau lihat. Aku sudah mulai membaik.”
Aku hanya tersenyum kecil.
“Ah Ri-ah, maukah kau berjanji padaku sesuatu?” katanya kemudian.
“Apapun.” Aku mulai was-was dan penasaran.
“Jika aku tidak ada, jaga dirimu baik-baik. Jangan pernah menangis atau bersedih, aku tidak suka melihatmu sedih atau menangis. berjanjilah padaku.”
“Ssssttt,” aku menyuruhnya diam. “Oppa akan baik-baik saja. Luka-luka oppa juga sudah membaik. Oppa akan segera sembuh. Mungkin minggu depan oppa sudah boleh pulang. Percayalah padaku.”
“Ne, aku percaya. Tapi tetap kau harus berjanji padaku tentang itu, jagiya”
“Aku janji.”
Setelah mengobrol dan bercanda dengannya, aku harus segera pulang. Aku mengecup keningnya sebelum pulang dan berjanji akan kembali kesini besok.
Malam ini aku mendapatkan mimpi buruk lagi, sosok-sosok berjubah hitam itu menarik Youngmin oppa jauh dariku, lebih jauh dariku. Tapi ia tidak memberontak ketika ditarik oleh mereka, malah dia sempat tersenyum kecil padaku lalu mengucapkan kata berpisahan. Aku mencoba untuk menggapainya. tapi setiap kali aku mencoba menggapainya, dia semakin jauh dariku. Dan akhirnya menghilang didalam kegelapan.
Aku terbangun dengan perasaan terkejut. Di luar jendelaku matahari sudah tinggi, aku pasti telat bangun. Aku segera berpakaian lalu berpamitan kepada appa and eomma, aku ingin segera bertemu dengan Youngmin oppa. Aku sempat melihat ekspresi sedih, terluka, di wajah appa and eomma ketika aku menyebutkan nama Youngmin. Aku bingung dengan sikap mereka hari ini.
Sesampainya di Rumah Sakit, Youngmin tidak ada diruang perawatannya. Aku bertanya kepada suster, tapi suster itu malah bertanya namaku. Setelah aku menjawab pertanyaannya, suster itu hanya terdiam. Karena jengkel dengan sikap suster itu, aku langsung pergi kerumah Youngmin.
Rasa heran menyelimutiku ketika sampai dirumah Youngmin. Rumah Youngmin hari ini dipenuhi banyak orang-orang, termasuk teman-teman sekolahku.
Aku terpaku di ambang pintu ketika melihat tubuh Youngmin terbaring kaku di tengah-tengah ruangan. Air mataku tumpah begitu saja. Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku, aku hanya terpaku dengan ekspresi terluka, sedih. Mengapa semua ini harus terjadi begitu cepat? Padahal baru kemarin aku bercanda-canda dengannya lagi setelah ia sadar dari koma.
Nyonya Jo, ibu Youngmin, menghampiriku dengan ekspresi yang sama sepertiku. Dia membawa sebuah kotak besar yang berbungkus kertas berwarna biru.
"Ah Ria-ah, gwencahanayo?" tanya Nyonya Jo sambil memperhatikan ekspresi wajahku
“Apa yang terjadi dengannya?” suaraku parau, menangis.
“Mianhe karena tidak memberitahumu. Tadi saat tepat pukul 1 pagi, kondisinya tiba-tiba menurun. Lalu ia dibawa keruang UGD. Tim dokter menemukan virus yang telah menyebar di otaknya. Mereka berusaha untuk membersihkannya, tapi ternyata Youngmin sudah tidak dapat diselamatkan.” Nyonya Jo sepertinya sulit untuk menceritakan bagaimana anaknya meninggal. “Dan dia menitipkan ini untuk diberikan kepadamu sebelum dia meninggal tadi.”
Aku tidak dapat berkonsentrasi apa yang dikatakan nyonya Jo. Kudekati tubuh Youngmin yang terbujur kaku dan berlutut disamping. “Waeyo, oppa? Kenapa kau lakukan ini padaku oppa? Oppa tega banget melakukan ini!”
Jae-in, sahabatku sejak aku masuk SMA, memeluk bahuku ketika aku menangis di samping tubuh Youngmin.
“Ah Ri-ah, ini semua bukan kesalahan dia, tapi ia sudah ditakdirkan hari ini dia harus meninggalkan kita semua. Jangan terlalu bersedih, dia pasti tidak ingin melihatmu bersedih seperti ini. Kau harus tegar menghadapi ini. Kamu harus ihklas dengan kepergiannya.”
Kusandarkan tubuhku ke Jae-in. Jae-in terus berusaha menghiburku dan mendampingiku ketika acara pemakaman Youngmin sedang berlangsung.
Aku kembali menangis histeris ketika tubuh Youngmin dikubur. Jae-in berusaha menenangkanku lagi.
Jae-in mengantarkanku pulang. sebelum pulang, nyonya Jo menyerahkan kotak yang Youngmin oppa titipkan untukku.
Sesampainya dirumah, kubuka kotak itu. Didalam kotak itu ada sebuah CD dan MP3 player. Kunyalakan CD itu. Ku lihat Youngmin sedang duduk di kasur rumah sakit dan mengenakan piyama rumah sakit berwarna hijau.
“Jagiya, jangan sedih. Aku tahu ini tidak adil untukmu, tapi aku harus pergi. Mianhe aku harus pergi dalam keadaan seperti ini. Aku mau kau harus tetap tegar. Aku tidak mau melihatmu sedih hanya karena aku telah tiada. Walau aku sudah tiada, tapi aku akan tetap hidup dihatimu. Aku memberimu MP3 player. Aku isi lagu-lagu kesukaanmu, termasuk soundtrack dari film A year without rain. Kamu kan pernah bilang mau mencari lagu itu, jadi aku carikan saja sekalian. Dan yang mengherankannya, aku juga menyukai lagu ini. Jeongmal Mianhe. Gomawo. Saranghaeyo Ah Ri-ah”
Aku menangis, ternyata mimpi burukku selama ini pertanda aku akan kehilangan dia. Mengapa aku tidak menyadari hal itu sejak awal?
Mungkin aku menyadarinya sedikit, tapi aku tidak memusingkan masalah mimpiku. Aku beranggapan itu hanya bunga tidur saja. Aku selalu percaya mimpi tidak dapat terwujud.
Saat hatiku sedang kacau seperti ini, aku mendengarkan lagu A year without rain yang judul lagunya juga sama dengan filmnya.
Kuputar berulang kali pada bagian, I’m missing you so much. Can’t help it even now. A day without you is like a year without rain. I need you by my side, don’t know how else to find, sampai hatiku tenang.
Ketika hatiku sudah tenang, kubuka jendela kamarku dan aku menatap kelangit malam yang ditabur oleh bintang-bintang dan sinar bulan. Aku seakan-akan melihat Youngmin sedang berada dilangit itu, sedang bermain harpa, ia sangat menyukai alat musik itu. Aku tersenyum pada langit itu dan seolah-olah aku melihat Youngmin juga tersenyum padaku. Aku merasa ia memainkan lagu A year without rain dengan harpa itu untukku.
Aku harus menepati janjiku pada Youngmin. Walaupun sekarang dia telah tiada, tapi kenangan tentangnya tetap hidup dalam pikiran dan hatiku. Saranghae, Youngmin oppa….
-THE END-