15.7.12

[Chaptered/PG-15] Beautiful Stranger


Tittle: Beautiful Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG -15 / Straight
Cast: Lee Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink), No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy, Romance
Lenght: Chaptered (Chapter 1)
Disclaimer: I don’t own Lee Hyuk Jae/Eunhyuk, Lee Gi Kwang, Yoon Bomi, No Minwoo and Suho characters, they belong themelves. The plot come out from my crazy head and the extreme imagination. sorry if any typo and the plot kinda freaky. Leave the comments for me, please ^^


-Eunhyuk POV-
“Eunhyuk-aa” panggil Eommaku. “Cepat turun. Kita makan malam bersama.”
Ku tutup buku yang sedang ku baca lalu merenggangkan badanku yang agak kaku karena terlalu lama berbaring sambil membaca. “Ne, eomma.” Ketika ku buka pintu kamar dan keluar dari kamarku, tiba-tiba noona sudah bergelayut di punggungku sambil tertawa. “YA! Noona, apa yang kau lakukan?! Turun!”
Noona malah semakin keras tertawa. “Andwe, kau harus menggendongku sampai ke bawah. Kalau kau tidak mau, tangan ini bisa melukai leherku.” Noona mengangkat telapak tangannya yang memliki kuku yang sangat tajam, lebih tajam dari pisau, dan urat-uratnya terlihat sangat jelas.
Aku mendengus mendengar ancamannya. “Kalau noona berani, buktikan.” Kulepas secara paksa gendongannya lalu berlari turun dengan cepat.

Baru beberapa detik aku tertawa, Noona sudah menubrukku hingga terjatuh dan ia mendudukki ku. “HA! Kau kalah, bocah. Kau terlalu lamban.” Aku hanya bisa menggerutu tidak jelas. Noona sudah berdiri dan meninggalkanku.
Aku berdiri lalu berjalan keruang makan. Ku lihat eomma, appa dan noona sudah duduk di meja makan. Aku duduk di samping noona lalu ikut makan bersama mereka.
Noona, Eomma dan Appa sedang asyik membicarakan tentang pembunuhan yang akan mereka lakukan. Yah, keluargaku berasal dari kalangan keluarga pembunuh. Sejak aku berusia 6 tahun, orang tua ku sudah mengajariku bagaimana membunuh. Bahkan sekarang aku sudah bisa memanipulasi tubuhku. Seperti yang dilakukan noonaku tadi, kuku tanganku dapat berubah menjadi sangat tajam dan telapak tanganku akan terlihat urat-uratnya. Biasanya ku gunakan untuk merobek tubuh korbanku.
Kami tidak pernah melihat siapa korban kami. Kami biasanya membunuh korban secara acak. Keluargaku sangat menaruh harapan padaku. Kata mereka, aku memiliki potensial untuk menjadi pembunuh yang terkenal.
Sebenarnya aku muak membunuh orang lain. Dari kecil, aku tidak pernah punya teman satu pun. Aku ingin berteman dan memiliki hidup yang normal.
“Hyuki-aa, kau harus ikut dengan kami kali ini.” Kata Eomma membuyarkan lamunanku. “Eomma nggak mau dengar alasan-alasanmu. Eomma capek dengerinnya.”
Aku mendengus. “Haruskah eomma? Aku bisa melakukannya sendiri. Asal eomma tahu aja, aku juga sudah mulai muak dengan eomma yang mengatur hidupku. Aku ingin memutuskan ingin jadi apa aku nantinya.”
Eomma, noona dan appa membanting sendok dan garpu mereka ke piring mereka dan menatapku dengan pandangan marah.
“YA! Apa yang kau bicarakan, bocah?” hardik eomma. “Kau sudah gila?”
“Apa yang kau katakan? Kau memiliki potensial untuk menjadi pembunuh terkenal. Kau ini kenapa sih, Hyuki-aa?” tanya Appa.
Ku letakkan garpu dan sendok lalu berdiri, “Aku sudah selesai makan. Aku mau tidur.”
“YA! Eunhyuk-aa, eomma belum selesai berbicara!” teriak eomma tapi nggak aku pedulikan.
Aku masuk ke dalam kamar lalu merebahkan diri ke ranjang. Ku tatap langit-langit kamarku. Pikiranku kemana-mana. Aku memang ingin punya kehidupan yang normal, aku capek jadi boneka mereka.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk lalu seseorang masuk ke dalam kamar. Aku lihat noona pelan-pelan masuk ke dalam kamar.
“Hyuki-aa” panggil noona-ku. “Kau ikut untuk malam ini, jebal. Kau ingin membuat eomma sedih? Dia menaruh harapan padamu, Hyuki.”
Aku bangkit dan duduk di kasur. “Aku capek, noona, jadi boneka eomma.”
“Jebal..” noona menatapku dengan sendu. Aku mendengus.
“Ne, aku ikut.” Aku bangkit lalu melewati noona ku.
Aku dan noona turun ke bawah dan mendapat eomma sedang bersiap-siap.
“Kajja, kita berangkat.” Kata appa yang sudah merangkulku dan kami pun keluar dari rumah.
-Eun Ji POV-
Aku terbangun ketika aku mendengar suara teriakkan dari lantai bawah. Tubuhku menegang otomatis. Aku langsung meringkuk di atas kasur.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan nampak sosok seorang namja yang tidak aku kenal berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sangat dingin.
Aku kembali meringkuk ketakutan. Bisa melihat ia menelengkan kepalanya ke kanan.
Ia mendekatiku lalu duduk di pinggir ranjang. “Namamu siapa?” tanyanya.
“Eun.. Eun Ji. Song Eun Ji.” Jawabku terbata-bata.
-Eunhyuk POV-
Ketika aku membuka pintu sebuah kamar, aku melihat seorang yeoja tengah meringkuk ketakutan. Ku miringkan kepalaku ke kanan sambil memandangnya.
Tiba-tiba perasaanku menjadi hangat saat aku memandangnya. Ada apa denganku? Perasaan apa ini?
Ku langkahkan kaki ku lalu duduk di pinggir ranjangnya. “Siapa namamu?”
“Eun.. Eun Ji. Song Eun Ji.” Jawanya terbata-bata. Entah perasaan apa ini tapi tiba-tiba aku merasa hatiku berdesir.
“YA! Eunhyuk-aa, apa yang kau lakukan diatas?” Teriak noona dari bawah. “Kita sudah selesai dibawah. Apa masih tersisa diatas?”
Aku menatap Eun Ji dan ternyata ia sedang menatapku dengan takut-takut. “Ne, noona. Aku sudah membereskan yang diatas. Kalian pulanglah dulu. Aku masih ingin disini.”
“Ne, kalau gitu kami pulang dulu. Kau jangan coba-coba untuk kabur dari rumah lagi.” Setelah itu aku mendengar deru mobil menjauh. Pasti mereka sudah pergi.
Aku masih menatap Eun Ji. Ternyata ia menangis. Bahunya bergetar. Aku tidak tega kalau harus membunuhnya sekarang.
Tiba-tiba terlintas ide untuk membawanya kabur. Mungkin untuk sementara aku bisa membawanya kerumahku yang lain. Kalau Eomma, appa dan noona menemukan ia masih hidup pasti ia akan dibunuh oleh mereka. Lagipula rumahku yang aku beli beberapa bulan yang lalu tidak pernah diketahui oleh keluargaku.
“Tenang, aku tidak akan membunuhmu. Tapi kau harus ikut denganku kalau memang ingin hidup.” Kataku. Ia mendongkakkan kepalanya. “Mulai hari ini kau akan tinggal di rumahku. Tempat dimana keluargaku tidak pernah tahu tentang rumah itu dan aku yakin mereka tidak akan menemukanmu”
“Shiero!” teriaknya. “Kau yang membunuh keluargaku! Aku nggak mau ikut! Kau pasti akan membunuhku juga!”
“Aishi.. jinja...” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal “Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu. Aku yakin pasti keluargaku akan menemukanmu lalu membunuhmu.” Aku berdiri lalu jalan keluar dengan tangan ku masukkan ke saku celanaku.
Baru beberapa langkah, tanganku di tarik dan aku menoleh kan kepalaku. Ku dapati Eun Ji menarik tanganku dengan takut-takut. “Wae?”
“Aku ikut.. aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” katanya dengan suara yang lirih. Senyum kecil terkuak di bibirku.
“Kajja.. tapi kita tidak akan lewat depan. Aku nggak mau kau melihat banyak mayat dibawah.” Kataku.
“Lalu lewat mana?” tanya Eun Ji dingin. “Jendela? Tapi aku ingin melihat orang tuaku..”
Aku mendengus. “Nggak usah, nanti malah histeris lagi. Tapi sepertinya itu ide yang bagus. Kita lewat jendela kamarmu. Sepertinya lebih baik.” Ku dekati lemari pakaiannya yang berada di pojok kamar lalu ku buka lemarinya. “Sepertinya kau juga perlu pakaianmu.”
Eun Ji berjalan ke kasurnya dan mengambil koper dari bawah kasurnya. Ia mendekati ku lalu mengambil pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper. Ku perhatiin dia sambil bersandar ke dinding. Tapi kenapa aku malah menolongnya, bukannya membunuhnya? Bukankah aku harus membunuh keluarganya termasuk dia? Argh! Aku tidak tahu! Lagipula aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh mereka.
“Sudah,” kata Eun Ji, menyadarkanku dari lamunan.
“Kajja..” ku buka jendelanya dan melihat ke bawah. “Emm... lumayan.” Bisa ku lihat dari sudut mataku Eun Ji gemetar. “Kau takut?”
Ia mengangguk. Aku tersenyum dan menggenggam tangannya, sedangkan tanganku memegangi kopernya. “Jangan takut. Aku yang akan memengangimu.”
-Eun Ji POV-
“Jangan takut. Aku yang akan memegangimu.” Katanya. Aku mendongkak dan menatapnya yang sedang tersenyum. Aku sebenarnya tidak percaya padanya karena ia dan keluarganya telah membunuh keluargaku dan aku nggak tahu kenapa ia tidak membunuhku.
Tapi ketika ia berkata kalau tidak akan membunuhku, aku merasa sedikit percaya padanya. Bahkan ia juga menawarkan tempat tinggal dimana keluarganya tidak akan menemukanku yang ia yakin kalau keluarganya menemukanku pasti akan membunuhku. Tapi kenapa mereka membunuh keluargaku? Apa salah keluarga?
Lagipula sekarang aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Mungkin sekarang aku harus percaya padanya. Entahlah, aku bingung juga.
“Sekarang..” bisiknya di telingaku, membuyarkan lamunanku. “tutup matamu. Jangan buka sebelum aku bilang buka. Ara?” aku hanya mengangguk lalu menutup mata.
Aku nggak tau apa yang terjadi, tiba-tiba saja aku merasa berdiri di atas tanah. Ia menggeretku tanpa membiarkanku membuka mata. Ku dengar sebuah pintu terbuka dan ia menduduki ku di sebuah, yang asumsiku, jok mobil dan memasangkanku sabuk keselamatan lalu ia menutup pintu dan beberapa detik kemudian pintu lain terbuka dan tertutup.
Suara mobil terdengar. “Sekarang buka matamu.” Ketika ku buka mata, kami sudah lumayan jauh dari rumahku. Air mataku tiba-tiba mengalir turun. “Waeyo?”
Ku usap air mataku cepat-cepat. “Ani,”
Selama perjalanan keheningan menyelimuti kami. Pikiranku masih bertanya-tanya kenapa ia melakukan ini semua kepadaku. Tapi sebagian pikiranku yang lain masih tertuju keluargaku yang meninggal dengan mengenaskan. Aku masih belum terima semua ini.
Begitu sampai, namja  di sampingku menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang lumayan besar berwarna putih. Halaman rumahnya juga lumayan besar. Benarkah ini rumahnya?
Pintu gerbang secara otomatis terbuka dan ia melaju mobilnya memasuki halaman rumah yang terbilang lumayan besar dan sangat terawat.
Ia menghentikan mobil tepat di depan rumah dan ia langsung keluar dan membuka pintu untukku. Aku keluar dari mobil dan memandang rumahnya dengan takjub.
“Kajja, kita masuk.”  Namja berjalan mendahuluiku sambil menggeret koperku. Ku ikuti ia masuk dari belakang. Begitu masuk, kami di sambut salah seorang yang sepertinya pelayan rumah ini.
“Selamat datang.” Sapa pelayan itu sambil membungkuk.
“Oh, yeah.” Jawab namja di di depan. “Tolong siapkan kamar untuk yeoja ini. Aku mau ke kamar dulu.” Ia meletakkan koperku lalu berjalan meninggalkanku bersama pelayan ini.
“Baik, lewat sini.” Kata pelayan itu dan ku ikuti dia ke sebuah ruangan di lantai dua. Ketika ia membuka pintu kamarnya dan aku ikutinya masuk, aku terkejut melihat kamarnya.
Kamarnya terlihat sangat luas dan mewah. Warna putih mendominasi kamar ini. Tempat tidurnya juga besar dan terdapat kelambu yang di sampirkan di tiang-tiang ranjang itu. Ada seperangkat komputer yang di letakkan di atas meja depan jendela yang besar. Terdapat balkon yang terlihat dari pintu ganda yang terbuat dari kaca.
“Kalau nona ingin meletakkan pakaian anda, lewat pintu ganda yang terbuat dari kayu itu. Itu lemari pakaiannya.” Pelayan itu menunjukkan pintu yang dimaksud. “Jika ingin menggunakan kamar mandi, dua pintu sebelah kanan dari kamar anda.”
Aku mengangguk. “Terimakasih, emm....”
“Panggil aja saya Jae Hyun.” Jawab pelayan itu. Ternyata dia mengerti maksudku.
“Terimakasih, Jae Hyun.” Kataku sekali lagi.
Ia mengangguk lalu berjalan keluar. “Jeogiyo, Nona...” katanya tiba-tiba berbalik.
“Jangan terlalu formal padaku. Aku benci itu.” Ujarku. “Panggil aja aku Eun Ji.”
Ia tersenyum sekilas. “Anda siapanya tuan Eunhyuk? Saya belum pernah melihat tuan Eunhyuk membawa seseorang kesini, apalagi seorang yeoja.”
Wajah langsung berkerut. “Terlalu susah untuk di jelaskan. Aku sendiri bingung. Lebih baik kau tanya padanya.”
Ia mengangguk mengerti. “Baiklah kalau begitu. Perlu saya siapkan sesuatu untuk anda?”
“Tidak, terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok pagi aku harus masuk kuliah.”
“Baiklah, besok pagi saya akan buatkan sarapan untukmu.” Ia membungkuk lalu meninggalkan kamar.
Aku mulai membereskan barang-barangku. Sebenarnya aku masih bingung dengan apa yang terjadi padaku sekarang. Entahlah.
-Eunhyuk POV-
“Tidak, terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok aku harus sekolah pagi-pagi.” Kata Eun Ji, ku dengar pembicaraan mereka dari luar kamarnya.
Pintu tertutup dan kulihat Jae Hyun keluar dari kamar Eun Ji. “Jae Hyun,” Panggilku. Ia menoleh lalu membungkuk.
“Ne, tuan.” Ucapnya.
“Semua beres?”
Ia mengangguk, “Ne, semuanya sudah beres, tuan.”
“Bagus, gamsahamnida.” Kataku lalu berjalan ke kamar Eun Ji.
“Jeogiyo..” panggil Jae Hyun dan aku menoleh kepadanya. “Kalau boleh tau, siapa yeoja itu, tuan?”
Ku angkat bahuku. “Orang yang ku tolong dari keluargaku yang udah membunuh keluarganya.”
Ia mengangguk mengerti. Ku hampiri kamar Eun Ji dan ku ketuk pintunya. “Iya, masuk aja.” Aku masuk ke kamarnya lalu mendapati Eun Ji sedang bersandar pada headboard ranjangnya sambil membaca sebuah buku. Ia mengenakan gaun tidur berwarna hitam. Eun Ji menatapku dingin. “Ada apa?”
“Kau pasti bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung. Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini. Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
Ku lihat Eun Ji meneteskan air mata lalu ia memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Isakkannya terdengar jelas di telingaku. Ku dekati dia lalu ku peluk dia. Ia masih menangis, isakkannya memenuhi kamarnya. Aku nggak tahu harus berbuat apa. Selama ini aku belum pernah lihat seseorang sesedih ini, lagipula dari dulu aku belum pernah punya teman.
I won’t ever hurt or make you cry again.
-To Be Continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[Chaptered/PG-15] Beautiful Stranger


Tittle: Beautiful Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG -15 / Straight
Cast: Lee Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink), No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy, Romance
Lenght: Chaptered (Chapter 1)
Disclaimer: I don’t own Lee Hyuk Jae/Eunhyuk, Lee Gi Kwang, Yoon Bomi, No Minwoo and Suho characters, they belong themelves. The plot come out from my crazy head and the extreme imagination. sorry if any typo and the plot kinda freaky. Leave the comments for me, please ^^


-Eunhyuk POV-
“Eunhyuk-aa” panggil Eommaku. “Cepat turun. Kita makan malam bersama.”
Ku tutup buku yang sedang ku baca lalu merenggangkan badanku yang agak kaku karena terlalu lama berbaring sambil membaca. “Ne, eomma.” Ketika ku buka pintu kamar dan keluar dari kamarku, tiba-tiba noona sudah bergelayut di punggungku sambil tertawa. “YA! Noona, apa yang kau lakukan?! Turun!”
Noona malah semakin keras tertawa. “Andwe, kau harus menggendongku sampai ke bawah. Kalau kau tidak mau, tangan ini bisa melukai leherku.” Noona mengangkat telapak tangannya yang memliki kuku yang sangat tajam, lebih tajam dari pisau, dan urat-uratnya terlihat sangat jelas.
Aku mendengus mendengar ancamannya. “Kalau noona berani, buktikan.” Kulepas secara paksa gendongannya lalu berlari turun dengan cepat.

Baru beberapa detik aku tertawa, Noona sudah menubrukku hingga terjatuh dan ia mendudukki ku. “HA! Kau kalah, bocah. Kau terlalu lamban.” Aku hanya bisa menggerutu tidak jelas. Noona sudah berdiri dan meninggalkanku.
Aku berdiri lalu berjalan keruang makan. Ku lihat eomma, appa dan noona sudah duduk di meja makan. Aku duduk di samping noona lalu ikut makan bersama mereka.
Noona, Eomma dan Appa sedang asyik membicarakan tentang pembunuhan yang akan mereka lakukan. Yah, keluargaku berasal dari kalangan keluarga pembunuh. Sejak aku berusia 6 tahun, orang tua ku sudah mengajariku bagaimana membunuh. Bahkan sekarang aku sudah bisa memanipulasi tubuhku. Seperti yang dilakukan noonaku tadi, kuku tanganku dapat berubah menjadi sangat tajam dan telapak tanganku akan terlihat urat-uratnya. Biasanya ku gunakan untuk merobek tubuh korbanku.
Kami tidak pernah melihat siapa korban kami. Kami biasanya membunuh korban secara acak. Keluargaku sangat menaruh harapan padaku. Kata mereka, aku memiliki potensial untuk menjadi pembunuh yang terkenal.
Sebenarnya aku muak membunuh orang lain. Dari kecil, aku tidak pernah punya teman satu pun. Aku ingin berteman dan memiliki hidup yang normal.
“Hyuki-aa, kau harus ikut dengan kami kali ini.” Kata Eomma membuyarkan lamunanku. “Eomma nggak mau dengar alasan-alasanmu. Eomma capek dengerinnya.”
Aku mendengus. “Haruskah eomma? Aku bisa melakukannya sendiri. Asal eomma tahu aja, aku juga sudah mulai muak dengan eomma yang mengatur hidupku. Aku ingin memutuskan ingin jadi apa aku nantinya.”
Eomma, noona dan appa membanting sendok dan garpu mereka ke piring mereka dan menatapku dengan pandangan marah.
“YA! Apa yang kau bicarakan, bocah?” hardik eomma. “Kau sudah gila?”
“Apa yang kau katakan? Kau memiliki potensial untuk menjadi pembunuh terkenal. Kau ini kenapa sih, Hyuki-aa?” tanya Appa.
Ku letakkan garpu dan sendok lalu berdiri, “Aku sudah selesai makan. Aku mau tidur.”
“YA! Eunhyuk-aa, eomma belum selesai berbicara!” teriak eomma tapi nggak aku pedulikan.
Aku masuk ke dalam kamar lalu merebahkan diri ke ranjang. Ku tatap langit-langit kamarku. Pikiranku kemana-mana. Aku memang ingin punya kehidupan yang normal, aku capek jadi boneka mereka.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk lalu seseorang masuk ke dalam kamar. Aku lihat noona pelan-pelan masuk ke dalam kamar.
“Hyuki-aa” panggil noona-ku. “Kau ikut untuk malam ini, jebal. Kau ingin membuat eomma sedih? Dia menaruh harapan padamu, Hyuki.”
Aku bangkit dan duduk di kasur. “Aku capek, noona, jadi boneka eomma.”
“Jebal..” noona menatapku dengan sendu. Aku mendengus.
“Ne, aku ikut.” Aku bangkit lalu melewati noona ku.
Aku dan noona turun ke bawah dan mendapat eomma sedang bersiap-siap.
“Kajja, kita berangkat.” Kata appa yang sudah merangkulku dan kami pun keluar dari rumah.
-Eun Ji POV-
Aku terbangun ketika aku mendengar suara teriakkan dari lantai bawah. Tubuhku menegang otomatis. Aku langsung meringkuk di atas kasur.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan nampak sosok seorang namja yang tidak aku kenal berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sangat dingin.
Aku kembali meringkuk ketakutan. Bisa melihat ia menelengkan kepalanya ke kanan.
Ia mendekatiku lalu duduk di pinggir ranjang. “Namamu siapa?” tanyanya.
“Eun.. Eun Ji. Song Eun Ji.” Jawabku terbata-bata.
-Eunhyuk POV-
Ketika aku membuka pintu sebuah kamar, aku melihat seorang yeoja tengah meringkuk ketakutan. Ku miringkan kepalaku ke kanan sambil memandangnya.
Tiba-tiba perasaanku menjadi hangat saat aku memandangnya. Ada apa denganku? Perasaan apa ini?
Ku langkahkan kaki ku lalu duduk di pinggir ranjangnya. “Siapa namamu?”
“Eun.. Eun Ji. Song Eun Ji.” Jawanya terbata-bata. Entah perasaan apa ini tapi tiba-tiba aku merasa hatiku berdesir.
“YA! Eunhyuk-aa, apa yang kau lakukan diatas?” Teriak noona dari bawah. “Kita sudah selesai dibawah. Apa masih tersisa diatas?”
Aku menatap Eun Ji dan ternyata ia sedang menatapku dengan takut-takut. “Ne, noona. Aku sudah membereskan yang diatas. Kalian pulanglah dulu. Aku masih ingin disini.”
“Ne, kalau gitu kami pulang dulu. Kau jangan coba-coba untuk kabur dari rumah lagi.” Setelah itu aku mendengar deru mobil menjauh. Pasti mereka sudah pergi.
Aku masih menatap Eun Ji. Ternyata ia menangis. Bahunya bergetar. Aku tidak tega kalau harus membunuhnya sekarang.
Tiba-tiba terlintas ide untuk membawanya kabur. Mungkin untuk sementara aku bisa membawanya kerumahku yang lain. Kalau Eomma, appa dan noona menemukan ia masih hidup pasti ia akan dibunuh oleh mereka. Lagipula rumahku yang aku beli beberapa bulan yang lalu tidak pernah diketahui oleh keluargaku.
“Tenang, aku tidak akan membunuhmu. Tapi kau harus ikut denganku kalau memang ingin hidup.” Kataku. Ia mendongkakkan kepalanya. “Mulai hari ini kau akan tinggal di rumahku. Tempat dimana keluargaku tidak pernah tahu tentang rumah itu dan aku yakin mereka tidak akan menemukanmu”
“Shiero!” teriaknya. “Kau yang membunuh keluargaku! Aku nggak mau ikut! Kau pasti akan membunuhku juga!”
“Aishi.. jinja...” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal “Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu. Aku yakin pasti keluargaku akan menemukanmu lalu membunuhmu.” Aku berdiri lalu jalan keluar dengan tangan ku masukkan ke saku celanaku.
Baru beberapa langkah, tanganku di tarik dan aku menoleh kan kepalaku. Ku dapati Eun Ji menarik tanganku dengan takut-takut. “Wae?”
“Aku ikut.. aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” katanya dengan suara yang lirih. Senyum kecil terkuak di bibirku.
“Kajja.. tapi kita tidak akan lewat depan. Aku nggak mau kau melihat banyak mayat dibawah.” Kataku.
“Lalu lewat mana?” tanya Eun Ji dingin. “Jendela? Tapi aku ingin melihat orang tuaku..”
Aku mendengus. “Nggak usah, nanti malah histeris lagi. Tapi sepertinya itu ide yang bagus. Kita lewat jendela kamarmu. Sepertinya lebih baik.” Ku dekati lemari pakaiannya yang berada di pojok kamar lalu ku buka lemarinya. “Sepertinya kau juga perlu pakaianmu.”
Eun Ji berjalan ke kasurnya dan mengambil koper dari bawah kasurnya. Ia mendekati ku lalu mengambil pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper. Ku perhatiin dia sambil bersandar ke dinding. Tapi kenapa aku malah menolongnya, bukannya membunuhnya? Bukankah aku harus membunuh keluarganya termasuk dia? Argh! Aku tidak tahu! Lagipula aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh mereka.
“Sudah,” kata Eun Ji, menyadarkanku dari lamunan.
“Kajja..” ku buka jendelanya dan melihat ke bawah. “Emm... lumayan.” Bisa ku lihat dari sudut mataku Eun Ji gemetar. “Kau takut?”
Ia mengangguk. Aku tersenyum dan menggenggam tangannya, sedangkan tanganku memegangi kopernya. “Jangan takut. Aku yang akan memengangimu.”
-Eun Ji POV-
“Jangan takut. Aku yang akan memegangimu.” Katanya. Aku mendongkak dan menatapnya yang sedang tersenyum. Aku sebenarnya tidak percaya padanya karena ia dan keluarganya telah membunuh keluargaku dan aku nggak tahu kenapa ia tidak membunuhku.
Tapi ketika ia berkata kalau tidak akan membunuhku, aku merasa sedikit percaya padanya. Bahkan ia juga menawarkan tempat tinggal dimana keluarganya tidak akan menemukanku yang ia yakin kalau keluarganya menemukanku pasti akan membunuhku. Tapi kenapa mereka membunuh keluargaku? Apa salah keluarga?
Lagipula sekarang aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Mungkin sekarang aku harus percaya padanya. Entahlah, aku bingung juga.
“Sekarang..” bisiknya di telingaku, membuyarkan lamunanku. “tutup matamu. Jangan buka sebelum aku bilang buka. Ara?” aku hanya mengangguk lalu menutup mata.
Aku nggak tau apa yang terjadi, tiba-tiba saja aku merasa berdiri di atas tanah. Ia menggeretku tanpa membiarkanku membuka mata. Ku dengar sebuah pintu terbuka dan ia menduduki ku di sebuah, yang asumsiku, jok mobil dan memasangkanku sabuk keselamatan lalu ia menutup pintu dan beberapa detik kemudian pintu lain terbuka dan tertutup.
Suara mobil terdengar. “Sekarang buka matamu.” Ketika ku buka mata, kami sudah lumayan jauh dari rumahku. Air mataku tiba-tiba mengalir turun. “Waeyo?”
Ku usap air mataku cepat-cepat. “Ani,”
Selama perjalanan keheningan menyelimuti kami. Pikiranku masih bertanya-tanya kenapa ia melakukan ini semua kepadaku. Tapi sebagian pikiranku yang lain masih tertuju keluargaku yang meninggal dengan mengenaskan. Aku masih belum terima semua ini.
Begitu sampai, namja  di sampingku menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang lumayan besar berwarna putih. Halaman rumahnya juga lumayan besar. Benarkah ini rumahnya?
Pintu gerbang secara otomatis terbuka dan ia melaju mobilnya memasuki halaman rumah yang terbilang lumayan besar dan sangat terawat.
Ia menghentikan mobil tepat di depan rumah dan ia langsung keluar dan membuka pintu untukku. Aku keluar dari mobil dan memandang rumahnya dengan takjub.
“Kajja, kita masuk.”  Namja berjalan mendahuluiku sambil menggeret koperku. Ku ikuti ia masuk dari belakang. Begitu masuk, kami di sambut salah seorang yang sepertinya pelayan rumah ini.
“Selamat datang.” Sapa pelayan itu sambil membungkuk.
“Oh, yeah.” Jawab namja di di depan. “Tolong siapkan kamar untuk yeoja ini. Aku mau ke kamar dulu.” Ia meletakkan koperku lalu berjalan meninggalkanku bersama pelayan ini.
“Baik, lewat sini.” Kata pelayan itu dan ku ikuti dia ke sebuah ruangan di lantai dua. Ketika ia membuka pintu kamarnya dan aku ikutinya masuk, aku terkejut melihat kamarnya.
Kamarnya terlihat sangat luas dan mewah. Warna putih mendominasi kamar ini. Tempat tidurnya juga besar dan terdapat kelambu yang di sampirkan di tiang-tiang ranjang itu. Ada seperangkat komputer yang di letakkan di atas meja depan jendela yang besar. Terdapat balkon yang terlihat dari pintu ganda yang terbuat dari kaca.
“Kalau nona ingin meletakkan pakaian anda, lewat pintu ganda yang terbuat dari kayu itu. Itu lemari pakaiannya.” Pelayan itu menunjukkan pintu yang dimaksud. “Jika ingin menggunakan kamar mandi, dua pintu sebelah kanan dari kamar anda.”
Aku mengangguk. “Terimakasih, emm....”
“Panggil aja saya Jae Hyun.” Jawab pelayan itu. Ternyata dia mengerti maksudku.
“Terimakasih, Jae Hyun.” Kataku sekali lagi.
Ia mengangguk lalu berjalan keluar. “Jeogiyo, Nona...” katanya tiba-tiba berbalik.
“Jangan terlalu formal padaku. Aku benci itu.” Ujarku. “Panggil aja aku Eun Ji.”
Ia tersenyum sekilas. “Anda siapanya tuan Eunhyuk? Saya belum pernah melihat tuan Eunhyuk membawa seseorang kesini, apalagi seorang yeoja.”
Wajah langsung berkerut. “Terlalu susah untuk di jelaskan. Aku sendiri bingung. Lebih baik kau tanya padanya.”
Ia mengangguk mengerti. “Baiklah kalau begitu. Perlu saya siapkan sesuatu untuk anda?”
“Tidak, terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok pagi aku harus masuk kuliah.”
“Baiklah, besok pagi saya akan buatkan sarapan untukmu.” Ia membungkuk lalu meninggalkan kamar.
Aku mulai membereskan barang-barangku. Sebenarnya aku masih bingung dengan apa yang terjadi padaku sekarang. Entahlah.
-Eunhyuk POV-
“Tidak, terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok aku harus sekolah pagi-pagi.” Kata Eun Ji, ku dengar pembicaraan mereka dari luar kamarnya.
Pintu tertutup dan kulihat Jae Hyun keluar dari kamar Eun Ji. “Jae Hyun,” Panggilku. Ia menoleh lalu membungkuk.
“Ne, tuan.” Ucapnya.
“Semua beres?”
Ia mengangguk, “Ne, semuanya sudah beres, tuan.”
“Bagus, gamsahamnida.” Kataku lalu berjalan ke kamar Eun Ji.
“Jeogiyo..” panggil Jae Hyun dan aku menoleh kepadanya. “Kalau boleh tau, siapa yeoja itu, tuan?”
Ku angkat bahuku. “Orang yang ku tolong dari keluargaku yang udah membunuh keluarganya.”
Ia mengangguk mengerti. Ku hampiri kamar Eun Ji dan ku ketuk pintunya. “Iya, masuk aja.” Aku masuk ke kamarnya lalu mendapati Eun Ji sedang bersandar pada headboard ranjangnya sambil membaca sebuah buku. Ia mengenakan gaun tidur berwarna hitam. Eun Ji menatapku dingin. “Ada apa?”
“Kau pasti bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung. Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini. Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
Ku lihat Eun Ji meneteskan air mata lalu ia memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya di antara kedua lututnya. Isakkannya terdengar jelas di telingaku. Ku dekati dia lalu ku peluk dia. Ia masih menangis, isakkannya memenuhi kamarnya. Aku nggak tahu harus berbuat apa. Selama ini aku belum pernah lihat seseorang sesedih ini, lagipula dari dulu aku belum pernah punya teman.
I won’t ever hurt or make you cry again.
-To Be Continued-