Tittle: Beautiful
Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG
-15 / Straight
Cast: Lee
Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink),
No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy,
Romance
Lenght: Chaptered (Chapter 1)
Disclaimer: I
don’t own Lee Hyuk Jae/Eunhyuk, Lee Gi Kwang, Yoon Bomi, No Minwoo and Suho characters, they belong themelves. The plot come out
from my crazy head and the extreme imagination. sorry if any typo and the plot kinda freaky. Leave the comments for me, please ^^
-Eunhyuk POV-
“Eunhyuk-aa”
panggil Eommaku. “Cepat turun. Kita makan malam bersama.”
Ku tutup buku
yang sedang ku baca lalu merenggangkan badanku yang agak kaku karena terlalu
lama berbaring sambil membaca. “Ne, eomma.” Ketika ku buka pintu kamar dan
keluar dari kamarku, tiba-tiba noona sudah bergelayut di punggungku sambil
tertawa. “YA! Noona, apa yang kau lakukan?! Turun!”
Noona malah
semakin keras tertawa. “Andwe, kau harus menggendongku sampai ke bawah. Kalau
kau tidak mau, tangan ini bisa melukai leherku.” Noona mengangkat telapak
tangannya yang memliki kuku yang sangat tajam, lebih tajam dari pisau, dan
urat-uratnya terlihat sangat jelas.
Aku mendengus
mendengar ancamannya. “Kalau noona berani, buktikan.” Kulepas secara paksa
gendongannya lalu berlari turun dengan cepat.
Baru beberapa
detik aku tertawa, Noona sudah menubrukku hingga terjatuh dan ia mendudukki ku.
“HA! Kau kalah, bocah. Kau terlalu lamban.” Aku hanya bisa menggerutu tidak jelas.
Noona sudah berdiri dan meninggalkanku.
Aku berdiri lalu
berjalan keruang makan. Ku lihat eomma, appa dan noona sudah duduk di meja
makan. Aku duduk di samping noona lalu ikut makan bersama mereka.
Noona, Eomma dan
Appa sedang asyik membicarakan tentang pembunuhan yang akan mereka lakukan.
Yah, keluargaku berasal dari kalangan keluarga pembunuh. Sejak aku berusia 6
tahun, orang tua ku sudah mengajariku bagaimana membunuh. Bahkan sekarang aku
sudah bisa memanipulasi tubuhku. Seperti yang dilakukan noonaku tadi, kuku
tanganku dapat berubah menjadi sangat tajam dan telapak tanganku akan terlihat
urat-uratnya. Biasanya ku gunakan untuk merobek tubuh korbanku.
Kami tidak
pernah melihat siapa korban kami. Kami biasanya membunuh korban secara acak.
Keluargaku sangat menaruh harapan padaku. Kata mereka, aku memiliki potensial
untuk menjadi pembunuh yang terkenal.
Sebenarnya aku
muak membunuh orang lain. Dari kecil, aku tidak pernah punya teman satu pun.
Aku ingin berteman dan memiliki hidup yang normal.
“Hyuki-aa, kau
harus ikut dengan kami kali ini.” Kata Eomma membuyarkan lamunanku. “Eomma
nggak mau dengar alasan-alasanmu. Eomma capek dengerinnya.”
Aku mendengus.
“Haruskah eomma? Aku bisa melakukannya sendiri. Asal eomma tahu aja, aku juga
sudah mulai muak dengan eomma yang mengatur hidupku. Aku ingin memutuskan ingin
jadi apa aku nantinya.”
Eomma, noona dan
appa membanting sendok dan garpu mereka ke piring mereka dan menatapku dengan
pandangan marah.
“YA! Apa yang
kau bicarakan, bocah?” hardik eomma. “Kau sudah gila?”
“Apa yang kau
katakan? Kau memiliki potensial untuk menjadi pembunuh terkenal. Kau ini kenapa
sih, Hyuki-aa?” tanya Appa.
Ku letakkan
garpu dan sendok lalu berdiri, “Aku sudah selesai makan. Aku mau tidur.”
“YA! Eunhyuk-aa,
eomma belum selesai berbicara!” teriak eomma tapi nggak aku pedulikan.
Aku masuk ke
dalam kamar lalu merebahkan diri ke ranjang. Ku tatap langit-langit kamarku.
Pikiranku kemana-mana. Aku memang ingin punya kehidupan yang normal, aku capek
jadi boneka mereka.
Tiba-tiba pintu
kamarku diketuk lalu seseorang masuk ke dalam kamar. Aku lihat noona
pelan-pelan masuk ke dalam kamar.
“Hyuki-aa”
panggil noona-ku. “Kau ikut untuk malam ini, jebal. Kau ingin membuat eomma
sedih? Dia menaruh harapan padamu, Hyuki.”
Aku bangkit dan
duduk di kasur. “Aku capek, noona, jadi boneka eomma.”
“Jebal..” noona
menatapku dengan sendu. Aku mendengus.
“Ne, aku ikut.”
Aku bangkit lalu melewati noona ku.
Aku dan noona
turun ke bawah dan mendapat eomma sedang bersiap-siap.
“Kajja, kita
berangkat.” Kata appa yang sudah merangkulku dan kami pun keluar dari rumah.
-Eun Ji POV-
Aku terbangun
ketika aku mendengar suara teriakkan dari lantai bawah. Tubuhku menegang
otomatis. Aku langsung meringkuk di atas kasur.
Tiba-tiba pintu
kamarku terbuka dan nampak sosok seorang namja yang tidak aku kenal berdiri di
ambang pintu dengan tatapan yang sangat dingin.
Aku kembali
meringkuk ketakutan. Bisa melihat ia menelengkan kepalanya ke kanan.
Ia mendekatiku
lalu duduk di pinggir ranjang. “Namamu siapa?” tanyanya.
“Eun.. Eun Ji.
Song Eun Ji.” Jawabku terbata-bata.
-Eunhyuk POV-
Ketika aku
membuka pintu sebuah kamar, aku melihat seorang yeoja tengah meringkuk
ketakutan. Ku miringkan kepalaku ke kanan sambil memandangnya.
Tiba-tiba
perasaanku menjadi hangat saat aku memandangnya. Ada apa denganku? Perasaan apa ini?
Ku langkahkan
kaki ku lalu duduk di pinggir ranjangnya. “Siapa namamu?”
“Eun.. Eun Ji.
Song Eun Ji.” Jawanya terbata-bata. Entah perasaan apa ini tapi tiba-tiba aku
merasa hatiku berdesir.
“YA! Eunhyuk-aa,
apa yang kau lakukan diatas?” Teriak noona dari bawah. “Kita sudah selesai
dibawah. Apa masih tersisa diatas?”
Aku menatap Eun
Ji dan ternyata ia sedang menatapku dengan takut-takut. “Ne, noona. Aku sudah
membereskan yang diatas. Kalian pulanglah dulu. Aku masih ingin disini.”
“Ne, kalau gitu
kami pulang dulu. Kau jangan coba-coba untuk kabur dari rumah lagi.” Setelah
itu aku mendengar deru mobil menjauh. Pasti mereka sudah pergi.
Aku masih
menatap Eun Ji. Ternyata ia menangis. Bahunya bergetar. Aku tidak tega kalau
harus membunuhnya sekarang.
Tiba-tiba
terlintas ide untuk membawanya kabur. Mungkin untuk sementara aku bisa
membawanya kerumahku yang lain. Kalau Eomma, appa dan noona menemukan ia masih
hidup pasti ia akan dibunuh oleh mereka. Lagipula rumahku yang aku beli
beberapa bulan yang lalu tidak pernah diketahui oleh keluargaku.
“Tenang, aku
tidak akan membunuhmu. Tapi kau harus ikut denganku kalau memang ingin hidup.”
Kataku. Ia mendongkakkan kepalanya. “Mulai hari ini kau akan tinggal di
rumahku. Tempat dimana keluargaku tidak pernah tahu tentang rumah itu dan aku
yakin mereka tidak akan menemukanmu”
“Shiero!”
teriaknya. “Kau yang membunuh keluargaku! Aku nggak mau ikut! Kau pasti akan
membunuhku juga!”
“Aishi..
jinja...” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal “Ya udah, kalau gitu aku
pergi dulu. Aku yakin pasti keluargaku akan menemukanmu lalu membunuhmu.” Aku
berdiri lalu jalan keluar dengan tangan ku masukkan ke saku celanaku.
Baru beberapa
langkah, tanganku di tarik dan aku menoleh kan kepalaku. Ku dapati Eun Ji
menarik tanganku dengan takut-takut. “Wae?”
“Aku ikut.. aku
sudah tidak punya siapa-siapa lagi.” katanya dengan suara yang lirih. Senyum
kecil terkuak di bibirku.
“Kajja.. tapi kita
tidak akan lewat depan. Aku nggak mau kau melihat banyak mayat dibawah.”
Kataku.
“Lalu lewat
mana?” tanya Eun Ji dingin. “Jendela? Tapi aku ingin melihat orang tuaku..”
Aku mendengus.
“Nggak usah, nanti malah histeris lagi. Tapi sepertinya itu ide yang bagus. Kita
lewat jendela kamarmu. Sepertinya lebih baik.” Ku dekati lemari pakaiannya yang
berada di pojok kamar lalu ku buka lemarinya. “Sepertinya kau juga perlu
pakaianmu.”
Eun Ji berjalan
ke kasurnya dan mengambil koper dari bawah kasurnya. Ia mendekati ku lalu
mengambil pakaiannya dan memasukkannya ke dalam koper. Ku perhatiin dia sambil
bersandar ke dinding. Tapi kenapa aku
malah menolongnya, bukannya membunuhnya? Bukankah aku harus membunuh
keluarganya termasuk dia? Argh! Aku tidak tahu! Lagipula aku juga nggak tahu
kenapa keluargaku membunuh mereka.
“Sudah,” kata
Eun Ji, menyadarkanku dari lamunan.
“Kajja..” ku
buka jendelanya dan melihat ke bawah. “Emm... lumayan.” Bisa ku lihat dari
sudut mataku Eun Ji gemetar. “Kau takut?”
Ia mengangguk.
Aku tersenyum dan menggenggam tangannya, sedangkan tanganku memegangi kopernya.
“Jangan takut. Aku yang akan memengangimu.”
-Eun Ji POV-
“Jangan takut.
Aku yang akan memegangimu.” Katanya. Aku mendongkak dan menatapnya yang sedang
tersenyum. Aku sebenarnya tidak percaya padanya karena ia dan keluarganya telah
membunuh keluargaku dan aku nggak tahu kenapa ia tidak membunuhku.
Tapi ketika ia
berkata kalau tidak akan membunuhku, aku merasa sedikit percaya padanya. Bahkan
ia juga menawarkan tempat tinggal dimana keluarganya tidak akan menemukanku
yang ia yakin kalau keluarganya menemukanku pasti akan membunuhku. Tapi kenapa
mereka membunuh keluargaku? Apa salah keluarga?
Lagipula
sekarang aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Mungkin sekarang aku harus
percaya padanya. Entahlah, aku bingung juga.
“Sekarang..”
bisiknya di telingaku, membuyarkan lamunanku. “tutup matamu. Jangan buka
sebelum aku bilang buka. Ara?” aku hanya mengangguk lalu menutup mata.
Aku nggak tau
apa yang terjadi, tiba-tiba saja aku merasa berdiri di atas tanah. Ia
menggeretku tanpa membiarkanku membuka mata. Ku dengar sebuah pintu terbuka dan
ia menduduki ku di sebuah, yang asumsiku, jok mobil dan memasangkanku sabuk
keselamatan lalu ia menutup pintu dan beberapa detik kemudian pintu lain
terbuka dan tertutup.
Suara mobil
terdengar. “Sekarang buka matamu.” Ketika ku buka mata, kami sudah lumayan jauh
dari rumahku. Air mataku tiba-tiba mengalir turun. “Waeyo?”
Ku usap air
mataku cepat-cepat. “Ani,”
Selama
perjalanan keheningan menyelimuti kami. Pikiranku masih bertanya-tanya kenapa
ia melakukan ini semua kepadaku. Tapi sebagian pikiranku yang lain masih
tertuju keluargaku yang meninggal dengan mengenaskan. Aku masih belum terima
semua ini.
Begitu sampai,
namja di sampingku menghentikan mobilnya
di sebuah rumah yang lumayan besar berwarna putih. Halaman rumahnya juga
lumayan besar. Benarkah ini rumahnya?
Pintu gerbang
secara otomatis terbuka dan ia melaju mobilnya memasuki halaman rumah yang
terbilang lumayan besar dan sangat terawat.
Ia menghentikan
mobil tepat di depan rumah dan ia langsung keluar dan membuka pintu untukku.
Aku keluar dari mobil dan memandang rumahnya dengan takjub.
“Kajja, kita
masuk.” Namja berjalan mendahuluiku
sambil menggeret koperku. Ku ikuti ia masuk dari belakang. Begitu masuk, kami di
sambut salah seorang yang sepertinya pelayan rumah ini.
“Selamat
datang.” Sapa pelayan itu sambil membungkuk.
“Oh, yeah.”
Jawab namja di di depan. “Tolong siapkan kamar untuk yeoja ini. Aku mau ke
kamar dulu.” Ia meletakkan koperku lalu berjalan meninggalkanku bersama pelayan
ini.
“Baik, lewat
sini.” Kata pelayan itu dan ku ikuti dia ke sebuah ruangan di lantai dua.
Ketika ia membuka pintu kamarnya dan aku ikutinya masuk, aku terkejut melihat
kamarnya.
Kamarnya
terlihat sangat luas dan mewah. Warna putih mendominasi kamar ini. Tempat
tidurnya juga besar dan terdapat kelambu yang di sampirkan di tiang-tiang
ranjang itu. Ada seperangkat komputer yang di letakkan di atas meja depan
jendela yang besar. Terdapat balkon yang terlihat dari pintu ganda yang terbuat
dari kaca.
“Kalau nona
ingin meletakkan pakaian anda, lewat pintu ganda yang terbuat dari kayu itu.
Itu lemari pakaiannya.” Pelayan itu menunjukkan pintu yang dimaksud. “Jika
ingin menggunakan kamar mandi, dua pintu sebelah kanan dari kamar anda.”
Aku mengangguk.
“Terimakasih, emm....”
“Panggil aja
saya Jae Hyun.” Jawab pelayan itu. Ternyata dia mengerti maksudku.
“Terimakasih,
Jae Hyun.” Kataku sekali lagi.
Ia mengangguk
lalu berjalan keluar. “Jeogiyo, Nona...” katanya tiba-tiba berbalik.
“Jangan terlalu
formal padaku. Aku benci itu.” Ujarku. “Panggil aja aku Eun Ji.”
Ia tersenyum
sekilas. “Anda siapanya tuan Eunhyuk? Saya belum pernah melihat tuan Eunhyuk
membawa seseorang kesini, apalagi seorang yeoja.”
Wajah langsung
berkerut. “Terlalu susah untuk di jelaskan. Aku sendiri bingung. Lebih baik kau
tanya padanya.”
Ia mengangguk
mengerti. “Baiklah kalau begitu. Perlu saya siapkan sesuatu untuk anda?”
“Tidak,
terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok pagi aku harus masuk kuliah.”
“Baiklah, besok
pagi saya akan buatkan sarapan untukmu.” Ia membungkuk lalu meninggalkan kamar.
Aku mulai
membereskan barang-barangku. Sebenarnya aku masih bingung dengan apa yang
terjadi padaku sekarang. Entahlah.
-Eunhyuk POV-
“Tidak,
terimakasih. Aku hanya ingin tidur sekarang. Besok aku harus sekolah
pagi-pagi.” Kata Eun Ji, ku dengar pembicaraan mereka dari luar kamarnya.
Pintu tertutup
dan kulihat Jae Hyun keluar dari kamar Eun Ji. “Jae Hyun,” Panggilku. Ia
menoleh lalu membungkuk.
“Ne, tuan.”
Ucapnya.
“Semua beres?”
Ia mengangguk,
“Ne, semuanya sudah beres, tuan.”
“Bagus, gamsahamnida.”
Kataku lalu berjalan ke kamar Eun Ji.
“Jeogiyo..”
panggil Jae Hyun dan aku menoleh kepadanya. “Kalau boleh tau, siapa yeoja itu,
tuan?”
Ku angkat
bahuku. “Orang yang ku tolong dari keluargaku yang udah membunuh keluarganya.”
Ia mengangguk
mengerti. Ku hampiri kamar Eun Ji dan ku ketuk pintunya. “Iya, masuk aja.” Aku
masuk ke kamarnya lalu mendapati Eun Ji sedang bersandar pada headboard ranjangnya
sambil membaca sebuah buku. Ia mengenakan gaun tidur berwarna hitam. Eun Ji
menatapku dingin. “Ada apa?”
“Kau pasti
bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu
meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung.
Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini.
Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku
sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
Ku lihat Eun Ji
meneteskan air mata lalu ia memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya di antara
kedua lututnya. Isakkannya terdengar jelas di telingaku. Ku dekati dia lalu ku
peluk dia. Ia masih menangis, isakkannya memenuhi kamarnya. Aku nggak tahu
harus berbuat apa. Selama ini aku belum pernah lihat seseorang sesedih ini,
lagipula dari dulu aku belum pernah punya teman.
I won’t ever hurt or make you cry again.
-To Be Continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar