Tittle: Beautiful
Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG
-15 / Straight
Cast: Lee
Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink),
No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy,
Romance
Lenght: Chaptered
(Chapter 2)
Disclaimer: All
real people used without their permission and I’m not take any profit for this.
The plot just came out from my crazy head and the extreme imagination.
=Previous Story=
“Kau pasti
bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu
meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung.
Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini.
Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku
sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
----------------------------------------------------
3 Bulan Kemudian
-Author POV-
Malam ini langit
penuh dengan bintang. Jalanan Seoul di penuhi orang-orang yang berlalu lalang
dengan senyum dan sesekali terdengar gelak tawa mereka. Lampu-lampu menghiasi
tiap-tiap jalan. Hari ini sebuah festival sedang berlangsung. Banyak penduduk
yang ikut untuk meramaikannya. Bahkan Eunhyuk dan Eun Ji juga ikut meramaikan
festival itu.
Sejak malam itu,
hubungan Eunhyuk dan Eun Ji jadi lebih baik. Mereka berteman baik. Eun Ji juga
berpikir kalau Eunhyuk tidak seperti yang ia pikirkan sebelumnya.
“Ah ramai sekali
malam ini. Acaranya juga sangat meriah.” Ujar Eun Ji.
Eunhyuk mengangguk.
“Kau ingin makan sesuatu? Seperti sejak kau pulang kuliah tadi belum makan
apa-apa.”
Eun Ji bergumam
sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Sepertinya kimbab sudah
cukup buat aku.” Ia menunjuk ke kedai kimbab yang ada di pinggir jalan.
“Kalau gitu ayo
kita beli. Aku yang traktir deh.” Eunhyuk menarik tangan Eun Ji. Seketika wajah
Eun Ji bersemu merah.
-Eun Ji POV-
“Kalau gitu ayo
kita beli. Aku yang traktir deh.” Kata Eunhyuk lalu menarik tanganku.
Deg. Perasaan
apa ini? Kenapa jantung berdebar seperti ini? Kenapa aku? Apa wajahku sekarang
memerah? Aaah, perasaan apa ini sebenarnya. Aku tidak sedang jatuh cinta
dengannya bukan?
Eunhyuk
membelikanku beberapa kimbab. Malam ini dia benar-benar berbeda. Kami duduk di
salah satu bangku di dekat sungai Han.
“Ji-aa, apa yang
kau pikirkan?”
“Huh..” ku
geleng-gelengkan kepalaku. “Emm.. Ani. Wae?”
“Kau makan
seperti robot. Bahkan kamu nggak sadar kalau ada nasi di wajahmu.” Ibu jari
Eunhyuk membersihkan sisa nasi yang ada di wajahku. Tiba-tiba ibu jarinya
terdiam di sudut kiri bibirku.
Seketika tatapan
matanya melembut dan wajahnya mendekati wajahku. Deru napasnya mengenai
wajahku. Ku tutup mataku.
Tiba-tiba
terdengar suara ranting patah. Otomatis aku dan Eunhyuk langsung mundur lalu
menatap sungai Han. Suasana sekarang menjadi canggung, aku bahkan nggak berani
menatapnya.
Eotteokhae? Apa
dia marah? Aaah, aku bingung. Aku bahkan tidak bisa menjelaskan perasaanku
kepadanya sekarang.
Ketika angin
berhempus, tanpa sadar aku bergidik. Malam ini sangat dingin. Aku bahkan tidak
memakai pakaian yang lebih hangat. Lalu sebuah jaket tersampir di pundakku. Aku
mendongkak dan melihat Eunhyuk tersenyum kearahku.
“Ayo pulang,
pasti kau kedinginan. Apalagi kau memakai baju yang tipis.” Eunhyuk membantuku
berdiri dengan sebelah tangannya merangkul pundakku sedangkan tangan lainnya
mengusap-usap telapak tangan kananku sambil meniup-niupnya agar tetap hangat.
Kami berjalan
menuju rumahnya. Ia tetap merangkulku dan meniup-niup telapak tangan kananku.
Aku merasa sangat hangat dan nyaman. Ku rapatkan diriku kepadanya dan sekarang
ia tidak lagi merangkulku, melainkan memelukku dengan sebelah tangannya.
Baru setengah
jalan kami berjalan, aku melihat dari arah berlawanan segerombalan namja dengan
pakaian seperti preman mendekati kami. Wajah mereka juga sangat mengerikan.
Eotteokkhae...
“YA! Serahkan
barang atau kami akan membunuh kalian!” ucap salah satu dari mereka yang
memakai satu anting di telinga kanannya dan di susul suara tawa mereka.
“Kenapa?” tanya
Eunhyuk santai. Ia mengusap-usap bahuku yang tegang.
Orang yang
memakai satu anting di sebelah kanan menatap remeh ke Eunhyuk. “Sudahlah,
berikan saja pada kami. Aku tidak ingin berkelahi denganmu, karena nanti kalau
kau babak belur pacarmu akan menangis.” Mereka tertawa mendengar ucapan orang
itu.
Sekarang aku
benar-benar ketakutan dan semakin merapatkan diriku ke Eunhyuk. Sementara
Eunhyuk terlihat sangat santai, ia malah tetap mengusap bahuku agar lebih
tenang.
“Cepat berikan!”
hardik salah seorang dari mereka. Lalu orang yang memakai satu anting itu
menyambar tanganku dan sebuah pisau di arahkan ke leherku. Di goreskan sedikit
ke leherku. “Kalau kau tidak mau memberikan, pacarmu akan mati.”
-Eunhyuk POV-
Sial!
Orang-orang ini benar-benar ingin ku bunuh. Tapi bagaimana aku membunuh mereka
kalau Eun Ji bersama mereka seperti itu. Apalagi mereka melukai leher Eun Ji.
Sekarang mereka
malah tertawa-tawa dan orang itu membuat goresan lagi di kedua lengan Eun Ji
sementara Eun Ji berteriak kesakitan. Dan mereka kembali tertawa dan membuat
goresan lainnya di tubuh Eun Ji.
Ku kepalkan
kedua tanganku. Sepertinya nggak ada jalan lain. Ku runcingkan kuku sebelah
kananku lalu melesat membuat sayatan di tubuh preman-preman itu.
Dalam sekejap mereka
terjatuh dan hanya tinggal Eun Ji yang berdiri ketakutan. Tangan kananku
berlumuran darah, bahkan kaosku juga sedikit terkena tetesan darah.
Tiba-tiba Eun Ji
berteriak. Segera aku berlari kearahnya dan ku peluk dia dan membenamkan
wajahnya ke dadaku.
“Mianhae,
Eun-aa, kau harus melihat ini.” Ucapku lirih. Kuku-kuku ku yang tadinya
meruncing kini sudah kembali normal, tapi darah masih menyelimuti telapak
kananku.
Ia masih
bergetar ketakutan di pelukkanku tapi samar-samar ia mengangguk. “Aku ingin
pulang sekarang, jebal..”
“Ne, kita
pulang.” Dengan tetap aku memeluknya, kami kembali berjalan kerumahmu.
Perasaanku kini seperti ingin berada disampingnya terus dan menjaganya. Hatiku
dan perhatianku sudah dicuri olehnya.
Can I hold you like this forever? I totally fall
into you now.
***
Begitu sampai di
rumah, ku lepas pelukkannya pelan-pelan. Tapi bukannya aku lepas darinya, dia
malah semakin erat memelukku.
“Jebal, jangan
lepaskan. Aku... takut.” Bisiknya lirih. Aku kaget dengan apa yang ia katakan.
“Takut? Kenapa
mesti takut?” tanyaku sambil membelai rambutnya dengan tangan kiriku yang juga
masih memeluknya.
“Molla, aku
masih takut. Jebal, jangan lepaskan.”
Aku tersenyum. “Ne”
Kami masuk ke
dalam rumah. Aku tidak melihat siapa-siapa disini. Aku naik mengantar Eun Ji ke
kamarnya, karena ia belum mau melepaskanku.
“Nah,” kataku
ketika sampai di depan kamar Eun Ji. “Sekarang kamu masuk, ganti bajumu.
Setelah ini aku minta Jae Hyun untuk mengobati lukamu.”
Ia mengangguk
lalu melepaskan cengkramannya dari kaosku. lalu kucium keningnya agak lama.
“Saranghae”
Ketika aku
berbalik dan akan melangkah, aku mendengar Eun Ji berbisik pelan. “Nado,
saranghae.” Aku langsung berbalik lalu menatapnya kaget.
Barusan dia bilang apa? Dia juga mencintaiku?
Jeongmal?
“Mwo? Katakan sekali lagi, aku tidak mendengarmu.”
-Eun Ji POV-
Aish, namja ini. Kenapa harus mengulangi lagi. Tidak kah dia lihat wajahku
sudah merah seperti ini. “Nado saranghae, Eunhyuk oppa.”
Akhirnya ku beranikan menatapnya. Ternyata dia sedang menatapku sambil
menunjukkan gummy smile nya.
“Kau.. maukan jadi yeojachinguku?” tanyanya. Aku hanya menatapnya sambil
tersenyum lalu mengangguk. “Gomawo, Eun-aa.” Ia memelukku dengan tangan
kirinya, mengingat tangan kanannya masih berlumuran darah. Aku tersenyum di
pelukkannya dan membalas pelukkannya.
“Sekarang, kau ganti baju dulu, sebentar lagi Jae Hyun ngobati kamu.”
Katanya sambil melepas pelukkannya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu
aku masuk ke dalam kamarku.
Begitu pintu kamar ku tutup, ku sandarkan punggungku ke pintu sambil
tersenyum. Akhirnya aku bisa menjelaskan perasaan yang sebenarnya. Ternyata aku
benar-benar jatuh cinta padanya.
Aku tertawa karena kebodohanku yang telat menyadarinya. Aku ini
benar-benar babo.
Ketika selesai berganti baju, aku duduk di pinggir ranjangku. Entah kenapa
tadi setelah kejadian tadi saat pulang dari festival aku merasa takut, tapi
begitu Eunhyuk memelukku sambil mengusap-usap lenganku aku merasa nyaman,
hangat dan aman. Apalagi ketika ia menatapku, aku merasa lebih hangat.
Inikah yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Aku tersenyum geli
mengingatnya.
Perasaan takut masih menyelimuti diriku. Tubuhku tiba-tiba bergetar karena
takut. Kepalaku terasa seperti berputar. “Argh!” teriakku sambil memegangi
kepalaku yang masih terasa berputar. Mataku terpejam dan aku jatuh ke lantai
kamar.
Samar-samar aku mendengar pintu kamarku di buka. “Jagiya, kau kenapa?” itu
suara Eunhyuk. Tangan Eunhyuk mencengkram kedua pergelangan tanganku.
“Bicaralah, jebal.”
-Eunhyuk POV-
Aku harus bagaimana ini? Aku bingung.
Ku bopong dia ke kasurnya dan merebahkannya disana. Ku pegangi tangannya
erat. Aku benar-benar bingung. “Jae Hyun!” teriakku memanggil pelayan beberapa
kali.
Akhirnya Jae Hyun masuk ke dalam kamar. “Ne, tuan?”
“Ambilkan air putih dan obat-obatan. Pali!” perintahku.
“Ne, tuan.” Jae Hyun keluar dari kamar sambil berlari.
Ku pandangi dia yang masih meringis. Apa dia masih shock gara-gara tadi?
Eotteokhae?
Selang beberapa menit, Jae Hyun kembali bersama seorang pelayan lagi
membawa segelas air putih dan kotak obat lalu mereka letakkan di nakas samping
kasur.
Ku bantu ia duduk dan tiba-tiba ia langsung memelukku dan membenamkan
wajahnya ke bahu. Tangannya mencengkram kuat kaosku yang sudah ku ganti.
“Tolong ambil kan airnya.” Pintaku pada Jae Hyun. Jae Hyun langsung mengambil
gelas berisi air dan memberikannya padaku.
“Jagiya, minum dulu. Biar lebih baik.” Bisik ku di telinga. Ia menggeleng
kepala. Aku menghela napas. Ku lirik Jae Hyun dan pelayan yang satunya lagi.
“Kalian boleh keluar.” Mereka mengangguk lalu keluar dan menutup pintunya. “Kau
masih shock, jagiya. Ini minum dulu.”
“Shiero. Aku nggak mau minum.”
Aku mendengus frustasi. “Aish.. jinja.. lalu kau mau apa?” bisikku lembut
di telinganya.
Akhirnya ia menatapku, dari sorot matanya ia masih ketakutan. “Oppa,
temenin aku disini. Jebal..”
“Mwo?” tanyaku kaget.
“Jebal..” ia terisak.
Ku pandangi ia ragu. Aku? Tidur? Satu ranjang dengannya?
“Aku yakin oppa tidak akan melakukan apapun padaku.” Ujar Eun Ji. “Aku
cuma mau oppa memelukku sampai aku tertidur. Ara?”
Terpaksa aku harus menurutinya. “Ne, ya udah sekarang aku obatin dulu
lukamu” Ku ambil beberapa lembar kapas lalu membalurinya dengan obat. Ku obati
luka di lehernya, ia meringis. “Tahan sebentar, jagiya.” Setelah selesai
membersihkan luka di leherku dan membalutnya dengan perban, sekarang ku obati
luka di lengannya lalu membalutnya dengan perban.
“Sekarang, minum obatnya biar perihnya berkurang.” Ku bantu ia meminum
obatnya. “Nah, tidur ya sekarang. Aku disini kok.”
Ia mengangguk. Ku cium keningnya lalu kembali memeluknya dan akhirnya kami
tertidur.
***
Larik sinar matahari menembus tirai jendela dan membangunkanku. Aku
menguap lalu memandang wajah seorang yeoja yang ini berada di pelukkanku.
Beberapa pikiran terngiang di kepalaku. Bagaimana kalau sampai keluargaku
menemukannya? Beberapa minggu lalu ketika aku bertemu dengan keluargaku, ternyata
mereka tahu kalau aku menyembunyikannya dari mereka dan mereka ingin aku
menyerahkannya ke mereka.
Haruskah aku menyerahkannya begitu saja? Aku terlalu menyayanginya dan
sekarang aku tidak bisa melepasnya begitu saja.
Ia menggeliat di dalam pelukkanku, aku tersenyum lalu mengecup keningnya.
“Good morning, sweetie.”
Eun Ji mengucek matanya dengan tangan kanan lalu membuka matanya perlahan.
Ia menatapku lalu tersenyum. “Good morning, oppa.” Ia semakin menyurukkan
badannya ke arahku. “Aku masih ingin tidur.”
“Aniyo,” kataku dengan nada tegas. “Kau harus bangun lalu mandi habis itu
sarapan. Kau kan ada kuliah hari ini.”
“Emm.. Arasseo.” Ku lepaskan pelukkanku lalu ia duduk di atas kasur sambil
menggaruk kepalanya lalu menguap sambil merenggangkan badannya. Ia bangkit lalu
mengambil setelan bajunya dari lemari lalu pergi keluar.
Aku terkekeh melihatnya.
Sweet moment in the morning is when I open my eyes, the first thing I
see is you
-Eun Ji POV-
Begitu aku mengambil pakaianku, aku langsung pergi ke kamar mandi.
Jantungku berdetak nggak karuan. Pasti kalau aku masih di dalam sekarang muka
ku tambah memerah.
Segera aku masuk ke kamar mandi. Ku isi bathtup dengan air hangat lalu
menabur aroma mawar yang sangat aku suka. Aku butuh menenangkan diriku. Nggak
lucu banget kalau nanti waktu aku kuliah malah mikirin Eunhyuk oppa.
Ketika selesai,aku menatap cermin sambil mengeringkan rambutku yang basah
dengan handuk. Ku cuci mukaku dengan sabun mukaku dan setelah selesai ku bilas
lalu mengeringkan dengan handukku.
Aku keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaianku tadi lalu pergi ke
kamarku untuk bersiap.
Ku kenakan pakaianku dan sepatuku lalu kuikat rambutku lalu mengambil
tasku dan jaketku lalu turun ke bawah.
“Jagiya,” sapa Eunhyuk oppa tiba-tiba muncul di belakang lalu merangkulku
ketika kaki ku akan menjejaki tangga dan membuatku hampir jatuh.
“YA! HYUK JAE, kau ingin membuatku jatuh?” ujarku kesal.
Eunhyuk terkekeh. “Mianhae, jagiya. Ayo sarapan.” Ia menunjukkan gummy
smile nya lalu menuruni tangga sambil merangkulku.
Kami duduk bersebrangan. Sesekali ia menyuapiku. Wajahku memerah tiap kali
ia menyuapiku dan membelai sayang kepalaku.
“Ah, oppa.” Kataku ketika selesai makan. “Hari ini nggak usah jemput aku.
Aku akan pulang telat. Selesai kuliah aku mau mengerjakan tugas sama Gi Kwang.
Kebetulan aku sekelompok dengannya”
Eunhyuk menatapku kesal. “Kenapa harus sama dia? Aish!”
“Emang oppa tahu siapa Gi Kwang itu?” tanyaku.
“Aniyo.” Jawabnya polos. “Makanya beritahu dong siapa dia? Namja macam apa
dia?”
“Emm...” gumamku sambil menatap langit-langit dapur sekaligus ruang makan.
“Dia namja yang baik, pintar, tampan, manis, dan lucu. Gi Kwang juga dulu waktu
SMA satu sekolah denganku dan waktu SMA dulu kami ...” aku menatap Eunhyuk dan
tersenyum evil.
“Kalian apa? YA! Cepat katakan”
Aku memiringkan kepalaku ke kanan sambil meletakkan kepalaku di telapak
tanganku dan menatapnya dengan polos sekarang. “Kami sempat pacaran. 2 tahun.
Dia namja yang susah untuk dilupakan saat aku putus dengannya. Butuh waktu 7
bulan baru aku bisa melupakannya.”
Wajah Eunhyuk langsung terlihat kesal ia menggenggam garpu dan sendoknya
kuat-kuat. Aku ingin ketawa melihatnya.
-Eunhyuk POV-
Aish! Ternyata namja itu mantanya? Aish! Seperti apa sih wajahnya dia, aku
ingin tahu setampan apa dia.
Ku genggam garpu dan sendok kuat-kuat. Ku buang wajahku ke kanan dan aku
mulai bergumam tidak jelas.
Tiba-tiba Eun Ji tertawa. Aku menatapnya heran.
“Kau sangat lucu saat cemburu seperti itu, oppa.” Ia tertawa lagi. “Tenang
aja, oppa. Aku berbohong masalah pacaran dengan Gi Kwang. Aku tidak pernah
pacaran dengannya. Kami berteman dekat. Dia sudah punya yeojachingu kok oppa.
Jangan marah ya, oppa.”
MWO?!! Aish.. jinja.. yeoja ini menguji kesabaranku. Aku menatapnya sebal.
“YA! Kau mengerjaiku rupanya.” Ucapku.
Ia masih tertawa. Tapi mau tidak mau aku juga ikut tertawa mengingat tadi
aku cemburu.
Eun Ji melirik jam tangannya. “Kajja, oppa. Aku harus berangkat sekarang.”
Ia berdiri lalu mengambil tasnya lau menyampirkan jaketnya ke lengannya.
Ku gandeng tangannya saat kami berjalan ke mobilku.
Saat perjalanan ke tempat kuliahnya, Eun Ji terlihat sangat senang. Tawa
dan senyum selalu terdengar darinya. Ia terlihat lebih bahagia sekarang. Sejak
kematian orang tuanya, dia hanya sesekali tersenyum dan tertawa.
“Nah, sampai.” Ujarku menghentikan mobilku di depan kampusnya. “Inget,
pokoknya kalau ada apa-apa beritahu aku. Sms kalau nggak telpon. Ara?
Tiba-tiba Eun Ji memeluk leherku dan berbisik di telingaku. “Ne, oppa.
Gomawo oppa.” Ia mencium sekilas pipiku lalu membuka pintu dan turun dari mobil
lalu menutupnya. Ternyata dia sangat manja.
Aku tersenyum melihatnya berlari kecil ke kampusnya. Ku nyalakan mobilku
lalu mulai melaju jalanan.
***
Aku menonton tv dengan malas. Ku lirik jam dinding di atas tv untuk yang
kesekian kalinya. Sekarang sudah hampir jam 08:00pm. Astaga, kemana sih yeoja
itu? Kelasnya kan sudah selesai sejak jam 03:00pm.
Aish, yeoja itu selalu membuatku khawatir kalau sedang bepergian seperti
ini tanpa aku. Bukan apa-apa sebenarnya, aku hanya takut kalau dia ditemukan
keluargaku.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengambil ponselku yang kuletakkan di
meja, Eun Ji mengirimku pesan.
From: L.O.V.E
Oppa, mianhae aku pulang semalam ini. Tapi tugasku belum selesai,
mungkin sebentar lagi aku pulang setelah selesai.
Aku sengaja menamai kontaknya dengan nama itu sejak 2 bulan yang lalu.
To: L.O.V.E
Perlu aku jemput, jagiya?
From: L.O.V.E
Aniyo, aku bisa pulang sendiri. Ya udah, aku mau ngelanjutin ngerjain
tugas.
Aku menghela napas lega. Setidaknya aku tahu sekarang dia sedang apa.
-Eun Ji POV-
Ku renggangkan badanku begitu selesai mengerjakan tugas. “Aah, akhirnya
selesai juga.” Kataku.
“Ne. Ah, mianhae, Eun Ji-aa, sampai semalam ini kita mengerjakan
tugasnya.” Kata Gi Kwang.
Aku tersenyum. “Gwenchanhayo, Gi Kwang-aa. Lagipula kan besok harus kita
kumpulkan.” Aku dan Gi Kwang membereskan pekerjaan kami. Cafe tempat aku
mengerjakan tugas bersama Gi Kwang sudah hampir tutup. Hanya tinggal beberapa
pelanggan yang masih sini.
Gi Kwang memanggil seorang waitress dan meminta bill. “Kali ini aku
traktir. Udah lama aku nggak mentraktirmu.”
“Untung saja kau mentraktirku hari ini, karena aku nggak bawa dompet.” Aku
tertawa. “Aku hanya bercanda.” Gi Kwang tertawa pelan.
Seorang waitress mendatangi kami sambil membawa bill. Gi Kwang
mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu memberinya ke waitress
tersebut.
“Kau mau aku antar, Eun Ji-aa?” tanya Gi Kwang begitu kami keluar dari
cafe itu.
Aku menggeleng sambil tersenyum. “Nggak usah. Rumahku dekat kok dari
sini.”
“Jeongmal? Kau sudah pindah rumah sejak kejadian itu?” ia menatapku sesaat
lalu terdiam. “Emm.. mianhae, aku lupa.”
Aku mengangguk. “Ne, aku sudah pindah.”
“Ngomong-ngomong, Eun Ji-aa.” Kata Gi Kwang. “Siapa namja yang sering
mengantar dan menjemputmu kuliah? namjachingumu ya..” goda Gi Kwang.
Wajahku memerah. “Ne, dia namjachinguku.”
“Huaaa, akhirnya kau punya namjachingu juga, Eun Ji-aa.” Pekiknya.
Ku pukul lengannya pelan. “YA! Apa maksudmu akhirnya aku punya
namjachingu?”
Gi Kwang terkekeh. “Aku cuma bercanda, Eun Ji-aa. Ya udah, aku pulang dulu
ya. Anyeong.”
“Ne, anyeong.”
Ku telusuri jalanan yang masih ramai kendaraan berlalu lalang, dan suara
decitan ban saling bersahutan. Lampu-lampu remang jalanan menaungi sepanjang
jalan.
Hawa juga semakin dingin. Ku rapatkan jaketku lalu meniup-niupkan dan
menggosok-gosokkannya tanganku agar lebih hangat.
Tes...Tes...Tes
Tiba-tiba terdengar tes-tesan air lalu berubah menjadi hujan yang lebat.
Aku berlari mencari tempat untuk berteduh.
Aku berteduh di sebuah toko yang sudah tutup. Aah, eotteokhae. Bagaimana
aku pulang sekarang. Mana aku nggak bawa payung lagi.
Ku ambil ponselku dari saku. Terpaksa aku harus meminta Eunhyuk
menjemputku. Tapi.. ponselku mati. Argh! Benar-benar menyebalkan. Terpaksa deh
aku harus hujan-hujan. Lagipula sudah dekat dengan rumah.
-Eunhyuk POV-
Kulirik lagi jam di atas tv. “Hampir jam 10 tapi yeoja itu belum pulang
juga? Aish!” gerutuku. “Kemana sih tu anak? Mana di luar hujan lagi.”
Ku dengar pintu depan terbuka lalu tertutup. “Aku pulang.” Lalu terdengar
suara seseorang bersin. Aku langsung menoleh dan menghampirinya. itu pasti Eun
Ji.
“YA! Kau habis hujan-hujanan, huh?” tanyaku cemas melihatnya kehujanan.
“Mianhae, aku terpaksa hujan-hujanan.”
Aku mendesah frustasi. “Kenapa nggak menghubungi aku?” ku peluk dia lalu
membawanya ke kamarnya. “Ya udah. Sekarang ganti baju, kalau perlu mandi
sekalian. Nanti aku bilang ke Jae Hyun untuk nyiapin air panas. Nanti aku
bikinin sup hangat untukmu”
Eun Ji mengangguk lalu langsung masuk ke kamar begitu sampai di depan
kamarnya.
“Jae Hyun,” panggilku.
Beberapa saat kemudian Jae Hyun datang. “Ne, tuan?”
“Tolong siapin air panas buat Eun Ji.” Kataku. Ia mengangguk. “Gomapta,
Jae Hyun”
Aku turun dan pergi ke dapur. Kali ini aku ingin masak sup sendiri. Lagian
sudah lama aku nggak masak sendiri seperti ini.
Ku potong wortel, sawi dan kentang. Selagi aku memotong, ku rebus air yang
sudah ku masukkan kaldu ayam. Begitu selesai memotong sayuran, ku masukkan ke
dalam panci ketika air kaldunya sudah mendidih beserta daging ayam.
“Emm...” gumam seseorang. “Sepertinya enak.”
Aku menoleh dan melihat Eun Ji berdiri sambil menyandarkan diri ke tembok
dalam balutan selimut. Aku tersenyum melihatnya. “Kau sudah selesai mandi?
Duduk dulu, sebentar lagi selesai kok.”
Ku aduk sup yang sedang ku buat. Begitu selesai, ku pindahkan sup-nya ke
dalam mangkuk berukuran sedang dan membawanya ke meja makan.
“Nah, ni makan.” Kataku sambil menyodorkan sup ke Eun Ji.
“Buat aku semua, oppa?”
Aku mengangguk. “Aku sudah makan tadi. Lagian kamu perlu makanan hangat
seperti ini biar badanmu lebih hangat.” Ku tunjukkan gummy smile ku. Ia
tersenyum malu dan wajahnya berubah memerah. Aku sangat suka melihat wajahnya
seperti itu.
Ia menyendok sup ke dalam mulutnya. “Masshita. Aku nggak tahu kalau oppa
bisa masak.”
“Karena aku sudah lama nggak pernah masak.” Aku tersenyum bangga.
Eun Ji makan dengan lahap, selimutnya yang tadi membungkusnya kini
tersampir di kursinya.
“Ah, aku kenyang.” Kata Eun Ji puas. “Oppa nggak tidur?”
“Aku belum mengantuk. Aku masih ingin nonton film.”
Ia menatapku dengan berbinar. “Aku ikut nonton ya, oppa.”
“Yakin? Nggak capek kamu?” tanyaku khawatir.
“Aniya.. aku malah belum ngantuk sama sekali. Ya, oppa. Jebal...”
Aku menghela napas. “Ya udah.” Ku ambil mangkuk bekas Eun Ji. “akan ku
cuci kan dulu.”
Eun Ji langsung merebut mangkuknya. “Biar aku aja, oppa.” Ia mencuci
mangkuknya.
Ketika ia sedang mencuci, ku peluk dia dari belakang. “Oppa, waeyo?”
Ku letakkan daguku di bahunya. “Ani, aku cuma pengen melukmu, jagi.” Ku sandarkan
kepalaku ke kepalanya. Bisa aku rasakan kulitnya sedikit panas. “Kau demam,
jagi?”
Ia meletakkan mangkuk yang sudah bersih ke rak lalu menoleh ke aku.
“Sedikit panas doang kok. Itu dah biasa kok, oppa, kalau aku habis kehujanan.
Paling sebentar lagi juga nggak panas lagi.”
Aku menatapnya khawatir. “Istirahat aja ya?”
Tangan Eun Ji membelai wajahku. “I will be fine.” Ia tersenyum manis
kearahku. “Ayo nonton film.” Ia sudah menggeretku ke ruang tv.
Eun Ji langsung menuju rak kaset film ku yang ku simpan di bawah tv.
“Emm...” gumamnya sambil memilih film yang ingin dia tonton. “Oppa, mau nonton
apa?”
“Aku sih pengen nonton Mission Impossible: Ghost Protocol.” Jawabku.
Ia langsung menoleh kearahku. “Jinja? Oppa punya kasetnya? Kita nonton itu
aja, aku belum pernah nonton itu soalnya. Waktu itu mau nonton tapi nggak
jadi.”
Aku tersenyum lalu mengambil kaset film yang ku maksud lalu memasukkannya
ke CD Player. Aku duduk di sofa sambil bersandar ke sandaran sofa sementara Eun
Ji duduk di sebelahku sambil menyandarkan dirinya ke aku dan ia memakai
selimutnya lagi.
“Ternyata kau berbeda sekarang.” Komentarku ketika filmnya dimulai.
“Berbeda gimana?”
“Kau agak manja. Padahal setelah kejadian itu kau sangat dingin. Hanya
tertawa dan tersenyum sesekali.” Kata ku sambil mengelus rambutnya yang agak
basah. “Sekarang kau bisa tertawa bebas dan bisa bermanja juga.”
Pukulan ringan mendarat di dada. “Oppa...” bisiknya. “Aku kan waktu itu
nggak tahu harus bersikap gimana ke oppa sejak kejadian itu. Jadinya aku
bersikap kayak gitu. Apalagi sebulan yang lalu aku bingung sama perasaanku
sendiri.”
Ku rangkul dia. “Gwenchanhayo, Ji-aa. Aku bisa ngerti kok.” Kecupan manis
mendarat di pipiku setelah aku berkata seperti itu.
“Oppa..” panggilnya.
“Hmm..”
“Kalau misalnya aku minta oppa untuk tidak membunuh lagi bagaimana?” tanya
dengan nada takut-takut.
“Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin berhenti membunuh orang. Aku sudah
muak membunuh orang. Maka dari itu aku sering kabur dari rumah seperti ini.”
Jawabku lalu menatapnya sambil tersenyum. “Tenang aja, aku sudah memutuskan
untuk nggak membunuh lagi kok.” Ku cium keningnya.
“Tapi.. kalau mereka tahu tentang kita bagaimana?” tanyanya cemas.
Aku tersenyum. “Mungkin mereka akan memintaku untuk putus, tapi aku tak
akan pernah menyerah dan membiarkanmu pergi begitu saja.” Ucapku tegas. “Mereka
harus menghadapiku dulu.”
Kami melanjutkan menonton. Ketika film sudah sampai di tengah-tengah, aku
mendengar dengkuran pelan. Ku tolehkan kepalaku dan memandang Eun Ji yang
tertidur.
Karena aku nggak tega melihat ia tertidur, jadi ku matikan filmnya lalu
menggendongnya ke kamarnya. Begitu sampai ke kamarnya, ku rebahkan dia dan
menyelimutinya lalu aku keluar dari kamarnya dan pergi ke kamarku sendiri.
I don’t need anyone else, it’s only you
-To Be Continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar