12.8.12

[Chaptered/PG-15] Beautiful Stranger Part 2

Tittle: Beautiful Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG -15 / Straight
Cast: Lee Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink), No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy, Romance
Lenght: Chaptered (Chapter 2)
Disclaimer: All real people used without their permission and I’m not take any profit for this. The plot just came out from my crazy head and the extreme imagination.

=Previous Story=
“Kau pasti bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung. Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini. Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
----------------------------------------------------
3 Bulan Kemudian
-Author POV-
Malam ini langit penuh dengan bintang. Jalanan Seoul di penuhi orang-orang yang berlalu lalang dengan senyum dan sesekali terdengar gelak tawa mereka. Lampu-lampu menghiasi tiap-tiap jalan. Hari ini sebuah festival sedang berlangsung. Banyak penduduk yang ikut untuk meramaikannya. Bahkan Eunhyuk dan Eun Ji juga ikut meramaikan festival itu.
Sejak malam itu, hubungan Eunhyuk dan Eun Ji jadi lebih baik. Mereka berteman baik. Eun Ji juga berpikir kalau Eunhyuk tidak seperti yang ia pikirkan sebelumnya.

“Ah ramai sekali malam ini. Acaranya juga sangat meriah.” Ujar Eun Ji.
Eunhyuk mengangguk. “Kau ingin makan sesuatu? Seperti sejak kau pulang kuliah tadi belum makan apa-apa.”
Eun Ji bergumam sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Sepertinya kimbab sudah cukup buat aku.” Ia menunjuk ke kedai kimbab yang ada di pinggir jalan.
“Kalau gitu ayo kita beli. Aku yang traktir deh.” Eunhyuk menarik tangan Eun Ji. Seketika wajah Eun Ji bersemu merah.
-Eun Ji POV-
“Kalau gitu ayo kita beli. Aku yang traktir deh.” Kata Eunhyuk lalu menarik tanganku.
Deg. Perasaan apa ini? Kenapa jantung berdebar seperti ini? Kenapa aku? Apa wajahku sekarang memerah? Aaah, perasaan apa ini sebenarnya. Aku tidak sedang jatuh cinta dengannya bukan?
Eunhyuk membelikanku beberapa kimbab. Malam ini dia benar-benar berbeda. Kami duduk di salah satu bangku di dekat sungai Han.
“Ji-aa, apa yang kau pikirkan?”
“Huh..” ku geleng-gelengkan kepalaku. “Emm.. Ani. Wae?”
“Kau makan seperti robot. Bahkan kamu nggak sadar kalau ada nasi di wajahmu.” Ibu jari Eunhyuk membersihkan sisa nasi yang ada di wajahku. Tiba-tiba ibu jarinya terdiam di sudut kiri bibirku.
Seketika tatapan matanya melembut dan wajahnya mendekati wajahku. Deru napasnya mengenai wajahku. Ku tutup mataku.
Tiba-tiba terdengar suara ranting patah. Otomatis aku dan Eunhyuk langsung mundur lalu menatap sungai Han. Suasana sekarang menjadi canggung, aku bahkan nggak berani menatapnya.
Eotteokhae? Apa dia marah? Aaah, aku bingung. Aku bahkan tidak bisa menjelaskan perasaanku kepadanya sekarang.
Ketika angin berhempus, tanpa sadar aku bergidik. Malam ini sangat dingin. Aku bahkan tidak memakai pakaian yang lebih hangat. Lalu sebuah jaket tersampir di pundakku. Aku mendongkak dan melihat Eunhyuk tersenyum kearahku.
“Ayo pulang, pasti kau kedinginan. Apalagi kau memakai baju yang tipis.” Eunhyuk membantuku berdiri dengan sebelah tangannya merangkul pundakku sedangkan tangan lainnya mengusap-usap telapak tangan kananku sambil meniup-niupnya agar tetap hangat.
Kami berjalan menuju rumahnya. Ia tetap merangkulku dan meniup-niup telapak tangan kananku. Aku merasa sangat hangat dan nyaman. Ku rapatkan diriku kepadanya dan sekarang ia tidak lagi merangkulku, melainkan memelukku dengan sebelah tangannya.
Baru setengah jalan kami berjalan, aku melihat dari arah berlawanan segerombalan namja dengan pakaian seperti preman mendekati kami. Wajah mereka juga sangat mengerikan. Eotteokkhae...
“YA! Serahkan barang atau kami akan membunuh kalian!” ucap salah satu dari mereka yang memakai satu anting di telinga kanannya dan di susul suara tawa mereka.
“Kenapa?” tanya Eunhyuk santai. Ia mengusap-usap bahuku yang tegang.
Orang yang memakai satu anting di sebelah kanan menatap remeh ke Eunhyuk. “Sudahlah, berikan saja pada kami. Aku tidak ingin berkelahi denganmu, karena nanti kalau kau babak belur pacarmu akan menangis.” Mereka tertawa mendengar ucapan orang itu.
Sekarang aku benar-benar ketakutan dan semakin merapatkan diriku ke Eunhyuk. Sementara Eunhyuk terlihat sangat santai, ia malah tetap mengusap bahuku agar lebih tenang.
“Cepat berikan!” hardik salah seorang dari mereka. Lalu orang yang memakai satu anting itu menyambar tanganku dan sebuah pisau di arahkan ke leherku. Di goreskan sedikit ke leherku. “Kalau kau tidak mau memberikan, pacarmu akan mati.”
-Eunhyuk POV-
Sial! Orang-orang ini benar-benar ingin ku bunuh. Tapi bagaimana aku membunuh mereka kalau Eun Ji bersama mereka seperti itu. Apalagi mereka melukai leher Eun Ji.
Sekarang mereka malah tertawa-tawa dan orang itu membuat goresan lagi di kedua lengan Eun Ji sementara Eun Ji berteriak kesakitan. Dan mereka kembali tertawa dan membuat goresan lainnya di tubuh Eun Ji.
Ku kepalkan kedua tanganku. Sepertinya nggak ada jalan lain. Ku runcingkan kuku sebelah kananku lalu melesat membuat sayatan di tubuh preman-preman itu.
Dalam sekejap mereka terjatuh dan hanya tinggal Eun Ji yang berdiri ketakutan. Tangan kananku berlumuran darah, bahkan kaosku juga sedikit terkena tetesan darah.
Tiba-tiba Eun Ji berteriak. Segera aku berlari kearahnya dan ku peluk dia dan membenamkan wajahnya ke dadaku.
“Mianhae, Eun-aa, kau harus melihat ini.” Ucapku lirih. Kuku-kuku ku yang tadinya meruncing kini sudah kembali normal, tapi darah masih menyelimuti telapak kananku.
Ia masih bergetar ketakutan di pelukkanku tapi samar-samar ia mengangguk. “Aku ingin pulang sekarang, jebal..”
“Ne, kita pulang.” Dengan tetap aku memeluknya, kami kembali berjalan kerumahmu. Perasaanku kini seperti ingin berada disampingnya terus dan menjaganya. Hatiku dan perhatianku sudah dicuri olehnya.
Can I hold you like this forever? I totally fall into you now.
***
Begitu sampai di rumah, ku lepas pelukkannya pelan-pelan. Tapi bukannya aku lepas darinya, dia malah semakin erat memelukku.
“Jebal, jangan lepaskan. Aku... takut.” Bisiknya lirih. Aku kaget dengan apa yang ia katakan.
“Takut? Kenapa mesti takut?” tanyaku sambil membelai rambutnya dengan tangan kiriku yang juga masih memeluknya.
“Molla, aku masih takut. Jebal, jangan lepaskan.”
Aku tersenyum. “Ne”
Kami masuk ke dalam rumah. Aku tidak melihat siapa-siapa disini. Aku naik mengantar Eun Ji ke kamarnya, karena ia belum mau melepaskanku.
“Nah,” kataku ketika sampai di depan kamar Eun Ji. “Sekarang kamu masuk, ganti bajumu. Setelah ini aku minta Jae Hyun untuk mengobati lukamu.”
Ia mengangguk lalu melepaskan cengkramannya dari kaosku. lalu kucium keningnya agak lama. “Saranghae”
Ketika aku berbalik dan akan melangkah, aku mendengar Eun Ji berbisik pelan. “Nado, saranghae.” Aku langsung berbalik lalu menatapnya kaget.
Barusan dia bilang apa? Dia juga mencintaiku? Jeongmal? “Mwo? Katakan sekali lagi, aku tidak mendengarmu.”
http://cloudblackpearl.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif-Eun Ji POV-
Aish, namja ini. Kenapa harus mengulangi lagi. Tidak kah dia lihat wajahku sudah merah seperti ini. “Nado saranghae, Eunhyuk oppa.”
Akhirnya ku beranikan menatapnya. Ternyata dia sedang menatapku sambil menunjukkan gummy smile nya.
“Kau.. maukan jadi yeojachinguku?” tanyanya. Aku hanya menatapnya sambil tersenyum lalu mengangguk. “Gomawo, Eun-aa.” Ia memelukku dengan tangan kirinya, mengingat tangan kanannya masih berlumuran darah. Aku tersenyum di pelukkannya dan membalas pelukkannya.
“Sekarang, kau ganti baju dulu, sebentar lagi Jae Hyun ngobati kamu.” Katanya sambil melepas pelukkannya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku masuk ke dalam kamarku.
Begitu pintu kamar ku tutup, ku sandarkan punggungku ke pintu sambil tersenyum. Akhirnya aku bisa menjelaskan perasaan yang sebenarnya. Ternyata aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Aku tertawa karena kebodohanku yang telat menyadarinya. Aku ini benar-benar babo.
Ketika selesai berganti baju, aku duduk di pinggir ranjangku. Entah kenapa tadi setelah kejadian tadi saat pulang dari festival aku merasa takut, tapi begitu Eunhyuk memelukku sambil mengusap-usap lenganku aku merasa nyaman, hangat dan aman. Apalagi ketika ia menatapku, aku merasa lebih hangat.
Inikah yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Aku tersenyum geli mengingatnya.
Perasaan takut masih menyelimuti diriku. Tubuhku tiba-tiba bergetar karena takut. Kepalaku terasa seperti berputar. “Argh!” teriakku sambil memegangi kepalaku yang masih terasa berputar. Mataku terpejam dan aku jatuh ke lantai kamar.
Samar-samar aku mendengar pintu kamarku di buka. “Jagiya, kau kenapa?” itu suara Eunhyuk. Tangan Eunhyuk mencengkram kedua pergelangan tanganku. “Bicaralah, jebal.”
-Eunhyuk POV-
Aku harus bagaimana ini? Aku bingung.
Ku bopong dia ke kasurnya dan merebahkannya disana. Ku pegangi tangannya erat. Aku benar-benar bingung. “Jae Hyun!” teriakku memanggil pelayan beberapa kali.
Akhirnya Jae Hyun masuk ke dalam kamar. “Ne, tuan?”
“Ambilkan air putih dan obat-obatan. Pali!” perintahku.
“Ne, tuan.” Jae Hyun keluar dari kamar sambil berlari.
Ku pandangi dia yang masih meringis. Apa dia masih shock gara-gara tadi? Eotteokhae?
Selang beberapa menit, Jae Hyun kembali bersama seorang pelayan lagi membawa segelas air putih dan kotak obat lalu mereka letakkan di nakas samping kasur.
Ku bantu ia duduk dan tiba-tiba ia langsung memelukku dan membenamkan wajahnya ke bahu. Tangannya mencengkram kuat kaosku yang sudah ku ganti. “Tolong ambil kan airnya.” Pintaku pada Jae Hyun. Jae Hyun langsung mengambil gelas berisi air dan memberikannya padaku.
“Jagiya, minum dulu. Biar lebih baik.” Bisik ku di telinga. Ia menggeleng kepala. Aku menghela napas. Ku lirik Jae Hyun dan pelayan yang satunya lagi. “Kalian boleh keluar.” Mereka mengangguk lalu keluar dan menutup pintunya. “Kau masih shock, jagiya. Ini minum dulu.”
“Shiero. Aku nggak mau minum.”
Aku mendengus frustasi. “Aish.. jinja.. lalu kau mau apa?” bisikku lembut di telinganya.
Akhirnya ia menatapku, dari sorot matanya ia masih ketakutan. “Oppa, temenin aku disini. Jebal..”
“Mwo?” tanyaku kaget.
“Jebal..” ia terisak.
Ku pandangi ia ragu. Aku? Tidur? Satu ranjang dengannya?
“Aku yakin oppa tidak akan melakukan apapun padaku.” Ujar Eun Ji. “Aku cuma mau oppa memelukku sampai aku tertidur. Ara?”
Terpaksa aku harus menurutinya. “Ne, ya udah sekarang aku obatin dulu lukamu” Ku ambil beberapa lembar kapas lalu membalurinya dengan obat. Ku obati luka di lehernya, ia meringis. “Tahan sebentar, jagiya.” Setelah selesai membersihkan luka di leherku dan membalutnya dengan perban, sekarang ku obati luka di lengannya lalu membalutnya dengan perban.
“Sekarang, minum obatnya biar perihnya berkurang.” Ku bantu ia meminum obatnya. “Nah, tidur ya sekarang. Aku disini kok.”
Ia mengangguk. Ku cium keningnya lalu kembali memeluknya dan akhirnya kami tertidur.
***
Larik sinar matahari menembus tirai jendela dan membangunkanku. Aku menguap lalu memandang wajah seorang yeoja yang ini berada di pelukkanku.
Beberapa pikiran terngiang di kepalaku. Bagaimana kalau sampai keluargaku menemukannya? Beberapa minggu lalu ketika aku bertemu dengan keluargaku, ternyata mereka tahu kalau aku menyembunyikannya dari mereka dan mereka ingin aku menyerahkannya ke mereka.
Haruskah aku menyerahkannya begitu saja? Aku terlalu menyayanginya dan sekarang aku tidak bisa melepasnya begitu saja.
Ia menggeliat di dalam pelukkanku, aku tersenyum lalu mengecup keningnya. “Good morning, sweetie.”
Eun Ji mengucek matanya dengan tangan kanan lalu membuka matanya perlahan. Ia menatapku lalu tersenyum. “Good morning, oppa.” Ia semakin menyurukkan badannya ke arahku. “Aku masih ingin tidur.”
“Aniyo,” kataku dengan nada tegas. “Kau harus bangun lalu mandi habis itu sarapan. Kau kan ada kuliah hari ini.”
“Emm.. Arasseo.” Ku lepaskan pelukkanku lalu ia duduk di atas kasur sambil menggaruk kepalanya lalu menguap sambil merenggangkan badannya. Ia bangkit lalu mengambil setelan bajunya dari lemari lalu pergi keluar.
Aku terkekeh melihatnya.
Sweet moment in the morning is when I open my eyes, the first thing I see is you
-Eun Ji POV-
Begitu aku mengambil pakaianku, aku langsung pergi ke kamar mandi. Jantungku berdetak nggak karuan. Pasti kalau aku masih di dalam sekarang muka ku tambah memerah.
Segera aku masuk ke kamar mandi. Ku isi bathtup dengan air hangat lalu menabur aroma mawar yang sangat aku suka. Aku butuh menenangkan diriku. Nggak lucu banget kalau nanti waktu aku kuliah malah mikirin Eunhyuk oppa.
Ketika selesai,aku menatap cermin sambil mengeringkan rambutku yang basah dengan handuk. Ku cuci mukaku dengan sabun mukaku dan setelah selesai ku bilas lalu mengeringkan dengan handukku.
Aku keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaianku tadi lalu pergi ke kamarku untuk bersiap.
Ku kenakan pakaianku dan sepatuku lalu kuikat rambutku lalu mengambil tasku dan jaketku lalu turun ke bawah.
“Jagiya,” sapa Eunhyuk oppa tiba-tiba muncul di belakang lalu merangkulku ketika kaki ku akan menjejaki tangga dan membuatku hampir jatuh.
“YA! HYUK JAE, kau ingin membuatku jatuh?” ujarku kesal.
Eunhyuk terkekeh. “Mianhae, jagiya. Ayo sarapan.” Ia menunjukkan gummy smile nya lalu menuruni tangga sambil merangkulku.
Kami duduk bersebrangan. Sesekali ia menyuapiku. Wajahku memerah tiap kali ia menyuapiku dan membelai sayang kepalaku.
“Ah, oppa.” Kataku ketika selesai makan. “Hari ini nggak usah jemput aku. Aku akan pulang telat. Selesai kuliah aku mau mengerjakan tugas sama Gi Kwang. Kebetulan aku sekelompok dengannya”
Eunhyuk menatapku kesal. “Kenapa harus sama dia? Aish!”
“Emang oppa tahu siapa Gi Kwang itu?” tanyaku.
“Aniyo.” Jawabnya polos. “Makanya beritahu dong siapa dia? Namja macam apa dia?”
“Emm...” gumamku sambil menatap langit-langit dapur sekaligus ruang makan. “Dia namja yang baik, pintar, tampan, manis, dan lucu. Gi Kwang juga dulu waktu SMA satu sekolah denganku dan waktu SMA dulu kami ...” aku menatap Eunhyuk dan tersenyum evil.
“Kalian apa? YA! Cepat katakan”
Aku memiringkan kepalaku ke kanan sambil meletakkan kepalaku di telapak tanganku dan menatapnya dengan polos sekarang. “Kami sempat pacaran. 2 tahun. Dia namja yang susah untuk dilupakan saat aku putus dengannya. Butuh waktu 7 bulan baru aku bisa melupakannya.”
Wajah Eunhyuk langsung terlihat kesal ia menggenggam garpu dan sendoknya kuat-kuat. Aku ingin ketawa melihatnya.
-Eunhyuk POV-
Aish! Ternyata namja itu mantanya? Aish! Seperti apa sih wajahnya dia, aku ingin tahu setampan apa dia.
Ku genggam garpu dan sendok kuat-kuat. Ku buang wajahku ke kanan dan aku mulai bergumam tidak jelas.
Tiba-tiba Eun Ji tertawa. Aku menatapnya heran.
“Kau sangat lucu saat cemburu seperti itu, oppa.” Ia tertawa lagi. “Tenang aja, oppa. Aku berbohong masalah pacaran dengan Gi Kwang. Aku tidak pernah pacaran dengannya. Kami berteman dekat. Dia sudah punya yeojachingu kok oppa. Jangan marah ya, oppa.”
MWO?!! Aish.. jinja.. yeoja ini menguji kesabaranku. Aku menatapnya sebal.
“YA! Kau mengerjaiku rupanya.” Ucapku.
Ia masih tertawa. Tapi mau tidak mau aku juga ikut tertawa mengingat tadi aku cemburu.
Eun Ji melirik jam tangannya. “Kajja, oppa. Aku harus berangkat sekarang.” Ia berdiri lalu mengambil tasnya lau menyampirkan jaketnya ke lengannya.
Ku gandeng tangannya saat kami berjalan ke mobilku.
Saat perjalanan ke tempat kuliahnya, Eun Ji terlihat sangat senang. Tawa dan senyum selalu terdengar darinya. Ia terlihat lebih bahagia sekarang. Sejak kematian orang tuanya, dia hanya sesekali tersenyum dan tertawa.
“Nah, sampai.” Ujarku menghentikan mobilku di depan kampusnya. “Inget, pokoknya kalau ada apa-apa beritahu aku. Sms kalau nggak telpon. Ara?
Tiba-tiba Eun Ji memeluk leherku dan berbisik di telingaku. “Ne, oppa. Gomawo oppa.” Ia mencium sekilas pipiku lalu membuka pintu dan turun dari mobil lalu menutupnya. Ternyata dia sangat manja.
Aku tersenyum melihatnya berlari kecil ke kampusnya. Ku nyalakan mobilku lalu mulai melaju jalanan.
***
Aku menonton tv dengan malas. Ku lirik jam dinding di atas tv untuk yang kesekian kalinya. Sekarang sudah hampir jam 08:00pm. Astaga, kemana sih yeoja itu? Kelasnya kan sudah selesai sejak jam 03:00pm.
Aish, yeoja itu selalu membuatku khawatir kalau sedang bepergian seperti ini tanpa aku. Bukan apa-apa sebenarnya, aku hanya takut kalau dia ditemukan keluargaku.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengambil ponselku yang kuletakkan di meja, Eun Ji mengirimku pesan.
From: L.O.V.E
Oppa, mianhae aku pulang semalam ini. Tapi tugasku belum selesai, mungkin sebentar lagi aku pulang setelah selesai.
Aku sengaja menamai kontaknya dengan nama itu sejak 2 bulan yang lalu.
To: L.O.V.E
Perlu aku jemput, jagiya?
From: L.O.V.E
Aniyo, aku bisa pulang sendiri. Ya udah, aku mau ngelanjutin ngerjain tugas.
Aku menghela napas lega. Setidaknya aku tahu sekarang dia sedang apa.
-Eun Ji POV-
Ku renggangkan badanku begitu selesai mengerjakan tugas. “Aah, akhirnya selesai juga.” Kataku.
“Ne. Ah, mianhae, Eun Ji-aa, sampai semalam ini kita mengerjakan tugasnya.” Kata Gi Kwang.
Aku tersenyum. “Gwenchanhayo, Gi Kwang-aa. Lagipula kan besok harus kita kumpulkan.” Aku dan Gi Kwang membereskan pekerjaan kami. Cafe tempat aku mengerjakan tugas bersama Gi Kwang sudah hampir tutup. Hanya tinggal beberapa pelanggan yang masih sini.
Gi Kwang memanggil seorang waitress dan meminta bill. “Kali ini aku traktir. Udah lama aku nggak mentraktirmu.”
“Untung saja kau mentraktirku hari ini, karena aku nggak bawa dompet.” Aku tertawa. “Aku hanya bercanda.” Gi Kwang tertawa pelan.
Seorang waitress mendatangi kami sambil membawa bill. Gi Kwang mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu memberinya ke waitress tersebut.
“Kau mau aku antar, Eun Ji-aa?” tanya Gi Kwang begitu kami keluar dari cafe itu.
Aku menggeleng sambil tersenyum. “Nggak usah. Rumahku dekat kok dari sini.”
“Jeongmal? Kau sudah pindah rumah sejak kejadian itu?” ia menatapku sesaat lalu terdiam. “Emm.. mianhae, aku lupa.”
Aku mengangguk. “Ne, aku sudah pindah.”
“Ngomong-ngomong, Eun Ji-aa.” Kata Gi Kwang. “Siapa namja yang sering mengantar dan menjemputmu kuliah? namjachingumu ya..” goda Gi Kwang.
Wajahku memerah. “Ne, dia namjachinguku.”
“Huaaa, akhirnya kau punya namjachingu juga, Eun Ji-aa.” Pekiknya.
Ku pukul lengannya pelan. “YA! Apa maksudmu akhirnya aku punya namjachingu?”
Gi Kwang terkekeh. “Aku cuma bercanda, Eun Ji-aa. Ya udah, aku pulang dulu ya. Anyeong.”
“Ne, anyeong.”
Ku telusuri jalanan yang masih ramai kendaraan berlalu lalang, dan suara decitan ban saling bersahutan. Lampu-lampu remang jalanan menaungi sepanjang jalan.
Hawa juga semakin dingin. Ku rapatkan jaketku lalu meniup-niupkan dan menggosok-gosokkannya tanganku agar lebih hangat.
Tes...Tes...Tes
Tiba-tiba terdengar tes-tesan air lalu berubah menjadi hujan yang lebat. Aku berlari mencari tempat untuk berteduh.
Aku berteduh di sebuah toko yang sudah tutup. Aah, eotteokhae. Bagaimana aku pulang sekarang. Mana aku nggak bawa payung lagi.
Ku ambil ponselku dari saku. Terpaksa aku harus meminta Eunhyuk menjemputku. Tapi.. ponselku mati. Argh! Benar-benar menyebalkan. Terpaksa deh aku harus hujan-hujan. Lagipula sudah dekat dengan rumah.
-Eunhyuk POV-
Kulirik lagi jam di atas tv. “Hampir jam 10 tapi yeoja itu belum pulang juga? Aish!” gerutuku. “Kemana sih tu anak? Mana di luar hujan lagi.”
Ku dengar pintu depan terbuka lalu tertutup. “Aku pulang.” Lalu terdengar suara seseorang bersin. Aku langsung menoleh dan menghampirinya. itu pasti Eun Ji.
“YA! Kau habis hujan-hujanan, huh?” tanyaku cemas melihatnya kehujanan.
“Mianhae, aku terpaksa hujan-hujanan.”
Aku mendesah frustasi. “Kenapa nggak menghubungi aku?” ku peluk dia lalu membawanya ke kamarnya. “Ya udah. Sekarang ganti baju, kalau perlu mandi sekalian. Nanti aku bilang ke Jae Hyun untuk nyiapin air panas. Nanti aku bikinin sup hangat untukmu”
Eun Ji mengangguk lalu langsung masuk ke kamar begitu sampai di depan kamarnya.
“Jae Hyun,” panggilku.
Beberapa saat kemudian Jae Hyun datang. “Ne, tuan?”
“Tolong siapin air panas buat Eun Ji.” Kataku. Ia mengangguk. “Gomapta, Jae Hyun”
Aku turun dan pergi ke dapur. Kali ini aku ingin masak sup sendiri. Lagian sudah lama aku nggak masak sendiri seperti ini.
Ku potong wortel, sawi dan kentang. Selagi aku memotong, ku rebus air yang sudah ku masukkan kaldu ayam. Begitu selesai memotong sayuran, ku masukkan ke dalam panci ketika air kaldunya sudah mendidih beserta daging ayam.
“Emm...” gumam seseorang. “Sepertinya enak.”
Aku menoleh dan melihat Eun Ji berdiri sambil menyandarkan diri ke tembok dalam balutan selimut. Aku tersenyum melihatnya. “Kau sudah selesai mandi? Duduk dulu, sebentar lagi selesai kok.”
Ku aduk sup yang sedang ku buat. Begitu selesai, ku pindahkan sup-nya ke dalam mangkuk berukuran sedang dan membawanya ke meja makan.
“Nah, ni makan.” Kataku sambil menyodorkan sup ke Eun Ji.
“Buat aku semua, oppa?”
Aku mengangguk. “Aku sudah makan tadi. Lagian kamu perlu makanan hangat seperti ini biar badanmu lebih hangat.” Ku tunjukkan gummy smile ku. Ia tersenyum malu dan wajahnya berubah memerah. Aku sangat suka melihat wajahnya seperti itu.
Ia menyendok sup ke dalam mulutnya. “Masshita. Aku nggak tahu kalau oppa bisa masak.”
“Karena aku sudah lama nggak pernah masak.” Aku tersenyum bangga.
Eun Ji makan dengan lahap, selimutnya yang tadi membungkusnya kini tersampir di kursinya.
“Ah, aku kenyang.” Kata Eun Ji puas. “Oppa nggak tidur?”
“Aku belum mengantuk. Aku masih ingin nonton film.”
Ia menatapku dengan berbinar. “Aku ikut nonton ya, oppa.”
“Yakin? Nggak capek kamu?” tanyaku khawatir.
“Aniya.. aku malah belum ngantuk sama sekali. Ya, oppa. Jebal...”
Aku menghela napas. “Ya udah.” Ku ambil mangkuk bekas Eun Ji. “akan ku cuci kan dulu.”
Eun Ji langsung merebut mangkuknya. “Biar aku aja, oppa.” Ia mencuci mangkuknya.
Ketika ia sedang mencuci, ku peluk dia dari belakang. “Oppa, waeyo?”
Ku letakkan daguku di bahunya. “Ani, aku cuma pengen melukmu, jagi.” Ku sandarkan kepalaku ke kepalanya. Bisa aku rasakan kulitnya sedikit panas. “Kau demam, jagi?”
Ia meletakkan mangkuk yang sudah bersih ke rak lalu menoleh ke aku. “Sedikit panas doang kok. Itu dah biasa kok, oppa, kalau aku habis kehujanan. Paling sebentar lagi juga nggak panas lagi.”
Aku menatapnya khawatir. “Istirahat aja ya?”
Tangan Eun Ji membelai wajahku. “I will be fine.” Ia tersenyum manis kearahku. “Ayo nonton film.” Ia sudah menggeretku ke ruang tv.
Eun Ji langsung menuju rak kaset film ku yang ku simpan di bawah tv. “Emm...” gumamnya sambil memilih film yang ingin dia tonton. “Oppa, mau nonton apa?”
“Aku sih pengen nonton Mission Impossible: Ghost Protocol.” Jawabku.
Ia langsung menoleh kearahku. “Jinja? Oppa punya kasetnya? Kita nonton itu aja, aku belum pernah nonton itu soalnya. Waktu itu mau nonton tapi nggak jadi.”
Aku tersenyum lalu mengambil kaset film yang ku maksud lalu memasukkannya ke CD Player. Aku duduk di sofa sambil bersandar ke sandaran sofa sementara Eun Ji duduk di sebelahku sambil menyandarkan dirinya ke aku dan ia memakai selimutnya lagi.
“Ternyata kau berbeda sekarang.” Komentarku ketika filmnya dimulai.
“Berbeda gimana?”
“Kau agak manja. Padahal setelah kejadian itu kau sangat dingin. Hanya tertawa dan tersenyum sesekali.” Kata ku sambil mengelus rambutnya yang agak basah. “Sekarang kau bisa tertawa bebas dan bisa bermanja juga.”
Pukulan ringan mendarat di dada. “Oppa...” bisiknya. “Aku kan waktu itu nggak tahu harus bersikap gimana ke oppa sejak kejadian itu. Jadinya aku bersikap kayak gitu. Apalagi sebulan yang lalu aku bingung sama perasaanku sendiri.”
Ku rangkul dia. “Gwenchanhayo, Ji-aa. Aku bisa ngerti kok.” Kecupan manis mendarat di pipiku setelah aku berkata seperti itu.
“Oppa..” panggilnya.
“Hmm..”
“Kalau misalnya aku minta oppa untuk tidak membunuh lagi bagaimana?” tanya dengan nada takut-takut.
“Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin berhenti membunuh orang. Aku sudah muak membunuh orang. Maka dari itu aku sering kabur dari rumah seperti ini.” Jawabku lalu menatapnya sambil tersenyum. “Tenang aja, aku sudah memutuskan untuk nggak membunuh lagi kok.” Ku cium keningnya.
“Tapi.. kalau mereka tahu tentang kita bagaimana?” tanyanya cemas.
Aku tersenyum. “Mungkin mereka akan memintaku untuk putus, tapi aku tak akan pernah menyerah dan membiarkanmu pergi begitu saja.” Ucapku tegas. “Mereka harus menghadapiku dulu.”
Kami melanjutkan menonton. Ketika film sudah sampai di tengah-tengah, aku mendengar dengkuran pelan. Ku tolehkan kepalaku dan memandang Eun Ji yang tertidur.
Karena aku nggak tega melihat ia tertidur, jadi ku matikan filmnya lalu menggendongnya ke kamarnya. Begitu sampai ke kamarnya, ku rebahkan dia dan menyelimutinya lalu aku keluar dari kamarnya dan pergi ke kamarku sendiri.
I don’t need anyone else, it’s only you
-To Be Continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

[Chaptered/PG-15] Beautiful Stranger Part 2

Tittle: Beautiful Stranger
Author: BlackPearl
Rating: PG -15 / Straight
Cast: Lee Hyuk Jae (SUPER JUNIOR), Song Eun Ji, Lee Gi Kwang (B2ST), Yoon Bomi (A Pink), No Minwoo (Boyfriend), Kim Joon Myeon/Suho (EXO-K)
Genre: Fantasy, Romance
Lenght: Chaptered (Chapter 2)
Disclaimer: All real people used without their permission and I’m not take any profit for this. The plot just came out from my crazy head and the extreme imagination.

=Previous Story=
“Kau pasti bingung dengan keadaan ini, bukan?” tanyaku. Ia hanya mengangguk lalu meletakkan bukunya di nakas di samping ranjang. “Sebenarnya aku juga bingung. Jujur aja, aku nggak tahu kenapa aku menolongmu dan malah membawamu ke sini. Aku juga nggak tahu kenapa keluargaku membunuh keluargamu. Mianhae kalau aku sudah membuatmu sedih, marah dan bingung. Jongmal mianhaeyo.”
----------------------------------------------------
3 Bulan Kemudian
-Author POV-
Malam ini langit penuh dengan bintang. Jalanan Seoul di penuhi orang-orang yang berlalu lalang dengan senyum dan sesekali terdengar gelak tawa mereka. Lampu-lampu menghiasi tiap-tiap jalan. Hari ini sebuah festival sedang berlangsung. Banyak penduduk yang ikut untuk meramaikannya. Bahkan Eunhyuk dan Eun Ji juga ikut meramaikan festival itu.
Sejak malam itu, hubungan Eunhyuk dan Eun Ji jadi lebih baik. Mereka berteman baik. Eun Ji juga berpikir kalau Eunhyuk tidak seperti yang ia pikirkan sebelumnya.

“Ah ramai sekali malam ini. Acaranya juga sangat meriah.” Ujar Eun Ji.
Eunhyuk mengangguk. “Kau ingin makan sesuatu? Seperti sejak kau pulang kuliah tadi belum makan apa-apa.”
Eun Ji bergumam sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Sepertinya kimbab sudah cukup buat aku.” Ia menunjuk ke kedai kimbab yang ada di pinggir jalan.
“Kalau gitu ayo kita beli. Aku yang traktir deh.” Eunhyuk menarik tangan Eun Ji. Seketika wajah Eun Ji bersemu merah.
-Eun Ji POV-
“Kalau gitu ayo kita beli. Aku yang traktir deh.” Kata Eunhyuk lalu menarik tanganku.
Deg. Perasaan apa ini? Kenapa jantung berdebar seperti ini? Kenapa aku? Apa wajahku sekarang memerah? Aaah, perasaan apa ini sebenarnya. Aku tidak sedang jatuh cinta dengannya bukan?
Eunhyuk membelikanku beberapa kimbab. Malam ini dia benar-benar berbeda. Kami duduk di salah satu bangku di dekat sungai Han.
“Ji-aa, apa yang kau pikirkan?”
“Huh..” ku geleng-gelengkan kepalaku. “Emm.. Ani. Wae?”
“Kau makan seperti robot. Bahkan kamu nggak sadar kalau ada nasi di wajahmu.” Ibu jari Eunhyuk membersihkan sisa nasi yang ada di wajahku. Tiba-tiba ibu jarinya terdiam di sudut kiri bibirku.
Seketika tatapan matanya melembut dan wajahnya mendekati wajahku. Deru napasnya mengenai wajahku. Ku tutup mataku.
Tiba-tiba terdengar suara ranting patah. Otomatis aku dan Eunhyuk langsung mundur lalu menatap sungai Han. Suasana sekarang menjadi canggung, aku bahkan nggak berani menatapnya.
Eotteokhae? Apa dia marah? Aaah, aku bingung. Aku bahkan tidak bisa menjelaskan perasaanku kepadanya sekarang.
Ketika angin berhempus, tanpa sadar aku bergidik. Malam ini sangat dingin. Aku bahkan tidak memakai pakaian yang lebih hangat. Lalu sebuah jaket tersampir di pundakku. Aku mendongkak dan melihat Eunhyuk tersenyum kearahku.
“Ayo pulang, pasti kau kedinginan. Apalagi kau memakai baju yang tipis.” Eunhyuk membantuku berdiri dengan sebelah tangannya merangkul pundakku sedangkan tangan lainnya mengusap-usap telapak tangan kananku sambil meniup-niupnya agar tetap hangat.
Kami berjalan menuju rumahnya. Ia tetap merangkulku dan meniup-niup telapak tangan kananku. Aku merasa sangat hangat dan nyaman. Ku rapatkan diriku kepadanya dan sekarang ia tidak lagi merangkulku, melainkan memelukku dengan sebelah tangannya.
Baru setengah jalan kami berjalan, aku melihat dari arah berlawanan segerombalan namja dengan pakaian seperti preman mendekati kami. Wajah mereka juga sangat mengerikan. Eotteokkhae...
“YA! Serahkan barang atau kami akan membunuh kalian!” ucap salah satu dari mereka yang memakai satu anting di telinga kanannya dan di susul suara tawa mereka.
“Kenapa?” tanya Eunhyuk santai. Ia mengusap-usap bahuku yang tegang.
Orang yang memakai satu anting di sebelah kanan menatap remeh ke Eunhyuk. “Sudahlah, berikan saja pada kami. Aku tidak ingin berkelahi denganmu, karena nanti kalau kau babak belur pacarmu akan menangis.” Mereka tertawa mendengar ucapan orang itu.
Sekarang aku benar-benar ketakutan dan semakin merapatkan diriku ke Eunhyuk. Sementara Eunhyuk terlihat sangat santai, ia malah tetap mengusap bahuku agar lebih tenang.
“Cepat berikan!” hardik salah seorang dari mereka. Lalu orang yang memakai satu anting itu menyambar tanganku dan sebuah pisau di arahkan ke leherku. Di goreskan sedikit ke leherku. “Kalau kau tidak mau memberikan, pacarmu akan mati.”
-Eunhyuk POV-
Sial! Orang-orang ini benar-benar ingin ku bunuh. Tapi bagaimana aku membunuh mereka kalau Eun Ji bersama mereka seperti itu. Apalagi mereka melukai leher Eun Ji.
Sekarang mereka malah tertawa-tawa dan orang itu membuat goresan lagi di kedua lengan Eun Ji sementara Eun Ji berteriak kesakitan. Dan mereka kembali tertawa dan membuat goresan lainnya di tubuh Eun Ji.
Ku kepalkan kedua tanganku. Sepertinya nggak ada jalan lain. Ku runcingkan kuku sebelah kananku lalu melesat membuat sayatan di tubuh preman-preman itu.
Dalam sekejap mereka terjatuh dan hanya tinggal Eun Ji yang berdiri ketakutan. Tangan kananku berlumuran darah, bahkan kaosku juga sedikit terkena tetesan darah.
Tiba-tiba Eun Ji berteriak. Segera aku berlari kearahnya dan ku peluk dia dan membenamkan wajahnya ke dadaku.
“Mianhae, Eun-aa, kau harus melihat ini.” Ucapku lirih. Kuku-kuku ku yang tadinya meruncing kini sudah kembali normal, tapi darah masih menyelimuti telapak kananku.
Ia masih bergetar ketakutan di pelukkanku tapi samar-samar ia mengangguk. “Aku ingin pulang sekarang, jebal..”
“Ne, kita pulang.” Dengan tetap aku memeluknya, kami kembali berjalan kerumahmu. Perasaanku kini seperti ingin berada disampingnya terus dan menjaganya. Hatiku dan perhatianku sudah dicuri olehnya.
Can I hold you like this forever? I totally fall into you now.
***
Begitu sampai di rumah, ku lepas pelukkannya pelan-pelan. Tapi bukannya aku lepas darinya, dia malah semakin erat memelukku.
“Jebal, jangan lepaskan. Aku... takut.” Bisiknya lirih. Aku kaget dengan apa yang ia katakan.
“Takut? Kenapa mesti takut?” tanyaku sambil membelai rambutnya dengan tangan kiriku yang juga masih memeluknya.
“Molla, aku masih takut. Jebal, jangan lepaskan.”
Aku tersenyum. “Ne”
Kami masuk ke dalam rumah. Aku tidak melihat siapa-siapa disini. Aku naik mengantar Eun Ji ke kamarnya, karena ia belum mau melepaskanku.
“Nah,” kataku ketika sampai di depan kamar Eun Ji. “Sekarang kamu masuk, ganti bajumu. Setelah ini aku minta Jae Hyun untuk mengobati lukamu.”
Ia mengangguk lalu melepaskan cengkramannya dari kaosku. lalu kucium keningnya agak lama. “Saranghae”
Ketika aku berbalik dan akan melangkah, aku mendengar Eun Ji berbisik pelan. “Nado, saranghae.” Aku langsung berbalik lalu menatapnya kaget.
Barusan dia bilang apa? Dia juga mencintaiku? Jeongmal? “Mwo? Katakan sekali lagi, aku tidak mendengarmu.”
http://cloudblackpearl.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif-Eun Ji POV-
Aish, namja ini. Kenapa harus mengulangi lagi. Tidak kah dia lihat wajahku sudah merah seperti ini. “Nado saranghae, Eunhyuk oppa.”
Akhirnya ku beranikan menatapnya. Ternyata dia sedang menatapku sambil menunjukkan gummy smile nya.
“Kau.. maukan jadi yeojachinguku?” tanyanya. Aku hanya menatapnya sambil tersenyum lalu mengangguk. “Gomawo, Eun-aa.” Ia memelukku dengan tangan kirinya, mengingat tangan kanannya masih berlumuran darah. Aku tersenyum di pelukkannya dan membalas pelukkannya.
“Sekarang, kau ganti baju dulu, sebentar lagi Jae Hyun ngobati kamu.” Katanya sambil melepas pelukkannya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku masuk ke dalam kamarku.
Begitu pintu kamar ku tutup, ku sandarkan punggungku ke pintu sambil tersenyum. Akhirnya aku bisa menjelaskan perasaan yang sebenarnya. Ternyata aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Aku tertawa karena kebodohanku yang telat menyadarinya. Aku ini benar-benar babo.
Ketika selesai berganti baju, aku duduk di pinggir ranjangku. Entah kenapa tadi setelah kejadian tadi saat pulang dari festival aku merasa takut, tapi begitu Eunhyuk memelukku sambil mengusap-usap lenganku aku merasa nyaman, hangat dan aman. Apalagi ketika ia menatapku, aku merasa lebih hangat.
Inikah yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama? Aku tersenyum geli mengingatnya.
Perasaan takut masih menyelimuti diriku. Tubuhku tiba-tiba bergetar karena takut. Kepalaku terasa seperti berputar. “Argh!” teriakku sambil memegangi kepalaku yang masih terasa berputar. Mataku terpejam dan aku jatuh ke lantai kamar.
Samar-samar aku mendengar pintu kamarku di buka. “Jagiya, kau kenapa?” itu suara Eunhyuk. Tangan Eunhyuk mencengkram kedua pergelangan tanganku. “Bicaralah, jebal.”
-Eunhyuk POV-
Aku harus bagaimana ini? Aku bingung.
Ku bopong dia ke kasurnya dan merebahkannya disana. Ku pegangi tangannya erat. Aku benar-benar bingung. “Jae Hyun!” teriakku memanggil pelayan beberapa kali.
Akhirnya Jae Hyun masuk ke dalam kamar. “Ne, tuan?”
“Ambilkan air putih dan obat-obatan. Pali!” perintahku.
“Ne, tuan.” Jae Hyun keluar dari kamar sambil berlari.
Ku pandangi dia yang masih meringis. Apa dia masih shock gara-gara tadi? Eotteokhae?
Selang beberapa menit, Jae Hyun kembali bersama seorang pelayan lagi membawa segelas air putih dan kotak obat lalu mereka letakkan di nakas samping kasur.
Ku bantu ia duduk dan tiba-tiba ia langsung memelukku dan membenamkan wajahnya ke bahu. Tangannya mencengkram kuat kaosku yang sudah ku ganti. “Tolong ambil kan airnya.” Pintaku pada Jae Hyun. Jae Hyun langsung mengambil gelas berisi air dan memberikannya padaku.
“Jagiya, minum dulu. Biar lebih baik.” Bisik ku di telinga. Ia menggeleng kepala. Aku menghela napas. Ku lirik Jae Hyun dan pelayan yang satunya lagi. “Kalian boleh keluar.” Mereka mengangguk lalu keluar dan menutup pintunya. “Kau masih shock, jagiya. Ini minum dulu.”
“Shiero. Aku nggak mau minum.”
Aku mendengus frustasi. “Aish.. jinja.. lalu kau mau apa?” bisikku lembut di telinganya.
Akhirnya ia menatapku, dari sorot matanya ia masih ketakutan. “Oppa, temenin aku disini. Jebal..”
“Mwo?” tanyaku kaget.
“Jebal..” ia terisak.
Ku pandangi ia ragu. Aku? Tidur? Satu ranjang dengannya?
“Aku yakin oppa tidak akan melakukan apapun padaku.” Ujar Eun Ji. “Aku cuma mau oppa memelukku sampai aku tertidur. Ara?”
Terpaksa aku harus menurutinya. “Ne, ya udah sekarang aku obatin dulu lukamu” Ku ambil beberapa lembar kapas lalu membalurinya dengan obat. Ku obati luka di lehernya, ia meringis. “Tahan sebentar, jagiya.” Setelah selesai membersihkan luka di leherku dan membalutnya dengan perban, sekarang ku obati luka di lengannya lalu membalutnya dengan perban.
“Sekarang, minum obatnya biar perihnya berkurang.” Ku bantu ia meminum obatnya. “Nah, tidur ya sekarang. Aku disini kok.”
Ia mengangguk. Ku cium keningnya lalu kembali memeluknya dan akhirnya kami tertidur.
***
Larik sinar matahari menembus tirai jendela dan membangunkanku. Aku menguap lalu memandang wajah seorang yeoja yang ini berada di pelukkanku.
Beberapa pikiran terngiang di kepalaku. Bagaimana kalau sampai keluargaku menemukannya? Beberapa minggu lalu ketika aku bertemu dengan keluargaku, ternyata mereka tahu kalau aku menyembunyikannya dari mereka dan mereka ingin aku menyerahkannya ke mereka.
Haruskah aku menyerahkannya begitu saja? Aku terlalu menyayanginya dan sekarang aku tidak bisa melepasnya begitu saja.
Ia menggeliat di dalam pelukkanku, aku tersenyum lalu mengecup keningnya. “Good morning, sweetie.”
Eun Ji mengucek matanya dengan tangan kanan lalu membuka matanya perlahan. Ia menatapku lalu tersenyum. “Good morning, oppa.” Ia semakin menyurukkan badannya ke arahku. “Aku masih ingin tidur.”
“Aniyo,” kataku dengan nada tegas. “Kau harus bangun lalu mandi habis itu sarapan. Kau kan ada kuliah hari ini.”
“Emm.. Arasseo.” Ku lepaskan pelukkanku lalu ia duduk di atas kasur sambil menggaruk kepalanya lalu menguap sambil merenggangkan badannya. Ia bangkit lalu mengambil setelan bajunya dari lemari lalu pergi keluar.
Aku terkekeh melihatnya.
Sweet moment in the morning is when I open my eyes, the first thing I see is you
-Eun Ji POV-
Begitu aku mengambil pakaianku, aku langsung pergi ke kamar mandi. Jantungku berdetak nggak karuan. Pasti kalau aku masih di dalam sekarang muka ku tambah memerah.
Segera aku masuk ke kamar mandi. Ku isi bathtup dengan air hangat lalu menabur aroma mawar yang sangat aku suka. Aku butuh menenangkan diriku. Nggak lucu banget kalau nanti waktu aku kuliah malah mikirin Eunhyuk oppa.
Ketika selesai,aku menatap cermin sambil mengeringkan rambutku yang basah dengan handuk. Ku cuci mukaku dengan sabun mukaku dan setelah selesai ku bilas lalu mengeringkan dengan handukku.
Aku keluar dari kamar mandi dengan memakai pakaianku tadi lalu pergi ke kamarku untuk bersiap.
Ku kenakan pakaianku dan sepatuku lalu kuikat rambutku lalu mengambil tasku dan jaketku lalu turun ke bawah.
“Jagiya,” sapa Eunhyuk oppa tiba-tiba muncul di belakang lalu merangkulku ketika kaki ku akan menjejaki tangga dan membuatku hampir jatuh.
“YA! HYUK JAE, kau ingin membuatku jatuh?” ujarku kesal.
Eunhyuk terkekeh. “Mianhae, jagiya. Ayo sarapan.” Ia menunjukkan gummy smile nya lalu menuruni tangga sambil merangkulku.
Kami duduk bersebrangan. Sesekali ia menyuapiku. Wajahku memerah tiap kali ia menyuapiku dan membelai sayang kepalaku.
“Ah, oppa.” Kataku ketika selesai makan. “Hari ini nggak usah jemput aku. Aku akan pulang telat. Selesai kuliah aku mau mengerjakan tugas sama Gi Kwang. Kebetulan aku sekelompok dengannya”
Eunhyuk menatapku kesal. “Kenapa harus sama dia? Aish!”
“Emang oppa tahu siapa Gi Kwang itu?” tanyaku.
“Aniyo.” Jawabnya polos. “Makanya beritahu dong siapa dia? Namja macam apa dia?”
“Emm...” gumamku sambil menatap langit-langit dapur sekaligus ruang makan. “Dia namja yang baik, pintar, tampan, manis, dan lucu. Gi Kwang juga dulu waktu SMA satu sekolah denganku dan waktu SMA dulu kami ...” aku menatap Eunhyuk dan tersenyum evil.
“Kalian apa? YA! Cepat katakan”
Aku memiringkan kepalaku ke kanan sambil meletakkan kepalaku di telapak tanganku dan menatapnya dengan polos sekarang. “Kami sempat pacaran. 2 tahun. Dia namja yang susah untuk dilupakan saat aku putus dengannya. Butuh waktu 7 bulan baru aku bisa melupakannya.”
Wajah Eunhyuk langsung terlihat kesal ia menggenggam garpu dan sendoknya kuat-kuat. Aku ingin ketawa melihatnya.
-Eunhyuk POV-
Aish! Ternyata namja itu mantanya? Aish! Seperti apa sih wajahnya dia, aku ingin tahu setampan apa dia.
Ku genggam garpu dan sendok kuat-kuat. Ku buang wajahku ke kanan dan aku mulai bergumam tidak jelas.
Tiba-tiba Eun Ji tertawa. Aku menatapnya heran.
“Kau sangat lucu saat cemburu seperti itu, oppa.” Ia tertawa lagi. “Tenang aja, oppa. Aku berbohong masalah pacaran dengan Gi Kwang. Aku tidak pernah pacaran dengannya. Kami berteman dekat. Dia sudah punya yeojachingu kok oppa. Jangan marah ya, oppa.”
MWO?!! Aish.. jinja.. yeoja ini menguji kesabaranku. Aku menatapnya sebal.
“YA! Kau mengerjaiku rupanya.” Ucapku.
Ia masih tertawa. Tapi mau tidak mau aku juga ikut tertawa mengingat tadi aku cemburu.
Eun Ji melirik jam tangannya. “Kajja, oppa. Aku harus berangkat sekarang.” Ia berdiri lalu mengambil tasnya lau menyampirkan jaketnya ke lengannya.
Ku gandeng tangannya saat kami berjalan ke mobilku.
Saat perjalanan ke tempat kuliahnya, Eun Ji terlihat sangat senang. Tawa dan senyum selalu terdengar darinya. Ia terlihat lebih bahagia sekarang. Sejak kematian orang tuanya, dia hanya sesekali tersenyum dan tertawa.
“Nah, sampai.” Ujarku menghentikan mobilku di depan kampusnya. “Inget, pokoknya kalau ada apa-apa beritahu aku. Sms kalau nggak telpon. Ara?
Tiba-tiba Eun Ji memeluk leherku dan berbisik di telingaku. “Ne, oppa. Gomawo oppa.” Ia mencium sekilas pipiku lalu membuka pintu dan turun dari mobil lalu menutupnya. Ternyata dia sangat manja.
Aku tersenyum melihatnya berlari kecil ke kampusnya. Ku nyalakan mobilku lalu mulai melaju jalanan.
***
Aku menonton tv dengan malas. Ku lirik jam dinding di atas tv untuk yang kesekian kalinya. Sekarang sudah hampir jam 08:00pm. Astaga, kemana sih yeoja itu? Kelasnya kan sudah selesai sejak jam 03:00pm.
Aish, yeoja itu selalu membuatku khawatir kalau sedang bepergian seperti ini tanpa aku. Bukan apa-apa sebenarnya, aku hanya takut kalau dia ditemukan keluargaku.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengambil ponselku yang kuletakkan di meja, Eun Ji mengirimku pesan.
From: L.O.V.E
Oppa, mianhae aku pulang semalam ini. Tapi tugasku belum selesai, mungkin sebentar lagi aku pulang setelah selesai.
Aku sengaja menamai kontaknya dengan nama itu sejak 2 bulan yang lalu.
To: L.O.V.E
Perlu aku jemput, jagiya?
From: L.O.V.E
Aniyo, aku bisa pulang sendiri. Ya udah, aku mau ngelanjutin ngerjain tugas.
Aku menghela napas lega. Setidaknya aku tahu sekarang dia sedang apa.
-Eun Ji POV-
Ku renggangkan badanku begitu selesai mengerjakan tugas. “Aah, akhirnya selesai juga.” Kataku.
“Ne. Ah, mianhae, Eun Ji-aa, sampai semalam ini kita mengerjakan tugasnya.” Kata Gi Kwang.
Aku tersenyum. “Gwenchanhayo, Gi Kwang-aa. Lagipula kan besok harus kita kumpulkan.” Aku dan Gi Kwang membereskan pekerjaan kami. Cafe tempat aku mengerjakan tugas bersama Gi Kwang sudah hampir tutup. Hanya tinggal beberapa pelanggan yang masih sini.
Gi Kwang memanggil seorang waitress dan meminta bill. “Kali ini aku traktir. Udah lama aku nggak mentraktirmu.”
“Untung saja kau mentraktirku hari ini, karena aku nggak bawa dompet.” Aku tertawa. “Aku hanya bercanda.” Gi Kwang tertawa pelan.
Seorang waitress mendatangi kami sambil membawa bill. Gi Kwang mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya lalu memberinya ke waitress tersebut.
“Kau mau aku antar, Eun Ji-aa?” tanya Gi Kwang begitu kami keluar dari cafe itu.
Aku menggeleng sambil tersenyum. “Nggak usah. Rumahku dekat kok dari sini.”
“Jeongmal? Kau sudah pindah rumah sejak kejadian itu?” ia menatapku sesaat lalu terdiam. “Emm.. mianhae, aku lupa.”
Aku mengangguk. “Ne, aku sudah pindah.”
“Ngomong-ngomong, Eun Ji-aa.” Kata Gi Kwang. “Siapa namja yang sering mengantar dan menjemputmu kuliah? namjachingumu ya..” goda Gi Kwang.
Wajahku memerah. “Ne, dia namjachinguku.”
“Huaaa, akhirnya kau punya namjachingu juga, Eun Ji-aa.” Pekiknya.
Ku pukul lengannya pelan. “YA! Apa maksudmu akhirnya aku punya namjachingu?”
Gi Kwang terkekeh. “Aku cuma bercanda, Eun Ji-aa. Ya udah, aku pulang dulu ya. Anyeong.”
“Ne, anyeong.”
Ku telusuri jalanan yang masih ramai kendaraan berlalu lalang, dan suara decitan ban saling bersahutan. Lampu-lampu remang jalanan menaungi sepanjang jalan.
Hawa juga semakin dingin. Ku rapatkan jaketku lalu meniup-niupkan dan menggosok-gosokkannya tanganku agar lebih hangat.
Tes...Tes...Tes
Tiba-tiba terdengar tes-tesan air lalu berubah menjadi hujan yang lebat. Aku berlari mencari tempat untuk berteduh.
Aku berteduh di sebuah toko yang sudah tutup. Aah, eotteokhae. Bagaimana aku pulang sekarang. Mana aku nggak bawa payung lagi.
Ku ambil ponselku dari saku. Terpaksa aku harus meminta Eunhyuk menjemputku. Tapi.. ponselku mati. Argh! Benar-benar menyebalkan. Terpaksa deh aku harus hujan-hujan. Lagipula sudah dekat dengan rumah.
-Eunhyuk POV-
Kulirik lagi jam di atas tv. “Hampir jam 10 tapi yeoja itu belum pulang juga? Aish!” gerutuku. “Kemana sih tu anak? Mana di luar hujan lagi.”
Ku dengar pintu depan terbuka lalu tertutup. “Aku pulang.” Lalu terdengar suara seseorang bersin. Aku langsung menoleh dan menghampirinya. itu pasti Eun Ji.
“YA! Kau habis hujan-hujanan, huh?” tanyaku cemas melihatnya kehujanan.
“Mianhae, aku terpaksa hujan-hujanan.”
Aku mendesah frustasi. “Kenapa nggak menghubungi aku?” ku peluk dia lalu membawanya ke kamarnya. “Ya udah. Sekarang ganti baju, kalau perlu mandi sekalian. Nanti aku bilang ke Jae Hyun untuk nyiapin air panas. Nanti aku bikinin sup hangat untukmu”
Eun Ji mengangguk lalu langsung masuk ke kamar begitu sampai di depan kamarnya.
“Jae Hyun,” panggilku.
Beberapa saat kemudian Jae Hyun datang. “Ne, tuan?”
“Tolong siapin air panas buat Eun Ji.” Kataku. Ia mengangguk. “Gomapta, Jae Hyun”
Aku turun dan pergi ke dapur. Kali ini aku ingin masak sup sendiri. Lagian sudah lama aku nggak masak sendiri seperti ini.
Ku potong wortel, sawi dan kentang. Selagi aku memotong, ku rebus air yang sudah ku masukkan kaldu ayam. Begitu selesai memotong sayuran, ku masukkan ke dalam panci ketika air kaldunya sudah mendidih beserta daging ayam.
“Emm...” gumam seseorang. “Sepertinya enak.”
Aku menoleh dan melihat Eun Ji berdiri sambil menyandarkan diri ke tembok dalam balutan selimut. Aku tersenyum melihatnya. “Kau sudah selesai mandi? Duduk dulu, sebentar lagi selesai kok.”
Ku aduk sup yang sedang ku buat. Begitu selesai, ku pindahkan sup-nya ke dalam mangkuk berukuran sedang dan membawanya ke meja makan.
“Nah, ni makan.” Kataku sambil menyodorkan sup ke Eun Ji.
“Buat aku semua, oppa?”
Aku mengangguk. “Aku sudah makan tadi. Lagian kamu perlu makanan hangat seperti ini biar badanmu lebih hangat.” Ku tunjukkan gummy smile ku. Ia tersenyum malu dan wajahnya berubah memerah. Aku sangat suka melihat wajahnya seperti itu.
Ia menyendok sup ke dalam mulutnya. “Masshita. Aku nggak tahu kalau oppa bisa masak.”
“Karena aku sudah lama nggak pernah masak.” Aku tersenyum bangga.
Eun Ji makan dengan lahap, selimutnya yang tadi membungkusnya kini tersampir di kursinya.
“Ah, aku kenyang.” Kata Eun Ji puas. “Oppa nggak tidur?”
“Aku belum mengantuk. Aku masih ingin nonton film.”
Ia menatapku dengan berbinar. “Aku ikut nonton ya, oppa.”
“Yakin? Nggak capek kamu?” tanyaku khawatir.
“Aniya.. aku malah belum ngantuk sama sekali. Ya, oppa. Jebal...”
Aku menghela napas. “Ya udah.” Ku ambil mangkuk bekas Eun Ji. “akan ku cuci kan dulu.”
Eun Ji langsung merebut mangkuknya. “Biar aku aja, oppa.” Ia mencuci mangkuknya.
Ketika ia sedang mencuci, ku peluk dia dari belakang. “Oppa, waeyo?”
Ku letakkan daguku di bahunya. “Ani, aku cuma pengen melukmu, jagi.” Ku sandarkan kepalaku ke kepalanya. Bisa aku rasakan kulitnya sedikit panas. “Kau demam, jagi?”
Ia meletakkan mangkuk yang sudah bersih ke rak lalu menoleh ke aku. “Sedikit panas doang kok. Itu dah biasa kok, oppa, kalau aku habis kehujanan. Paling sebentar lagi juga nggak panas lagi.”
Aku menatapnya khawatir. “Istirahat aja ya?”
Tangan Eun Ji membelai wajahku. “I will be fine.” Ia tersenyum manis kearahku. “Ayo nonton film.” Ia sudah menggeretku ke ruang tv.
Eun Ji langsung menuju rak kaset film ku yang ku simpan di bawah tv. “Emm...” gumamnya sambil memilih film yang ingin dia tonton. “Oppa, mau nonton apa?”
“Aku sih pengen nonton Mission Impossible: Ghost Protocol.” Jawabku.
Ia langsung menoleh kearahku. “Jinja? Oppa punya kasetnya? Kita nonton itu aja, aku belum pernah nonton itu soalnya. Waktu itu mau nonton tapi nggak jadi.”
Aku tersenyum lalu mengambil kaset film yang ku maksud lalu memasukkannya ke CD Player. Aku duduk di sofa sambil bersandar ke sandaran sofa sementara Eun Ji duduk di sebelahku sambil menyandarkan dirinya ke aku dan ia memakai selimutnya lagi.
“Ternyata kau berbeda sekarang.” Komentarku ketika filmnya dimulai.
“Berbeda gimana?”
“Kau agak manja. Padahal setelah kejadian itu kau sangat dingin. Hanya tertawa dan tersenyum sesekali.” Kata ku sambil mengelus rambutnya yang agak basah. “Sekarang kau bisa tertawa bebas dan bisa bermanja juga.”
Pukulan ringan mendarat di dada. “Oppa...” bisiknya. “Aku kan waktu itu nggak tahu harus bersikap gimana ke oppa sejak kejadian itu. Jadinya aku bersikap kayak gitu. Apalagi sebulan yang lalu aku bingung sama perasaanku sendiri.”
Ku rangkul dia. “Gwenchanhayo, Ji-aa. Aku bisa ngerti kok.” Kecupan manis mendarat di pipiku setelah aku berkata seperti itu.
“Oppa..” panggilnya.
“Hmm..”
“Kalau misalnya aku minta oppa untuk tidak membunuh lagi bagaimana?” tanya dengan nada takut-takut.
“Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin berhenti membunuh orang. Aku sudah muak membunuh orang. Maka dari itu aku sering kabur dari rumah seperti ini.” Jawabku lalu menatapnya sambil tersenyum. “Tenang aja, aku sudah memutuskan untuk nggak membunuh lagi kok.” Ku cium keningnya.
“Tapi.. kalau mereka tahu tentang kita bagaimana?” tanyanya cemas.
Aku tersenyum. “Mungkin mereka akan memintaku untuk putus, tapi aku tak akan pernah menyerah dan membiarkanmu pergi begitu saja.” Ucapku tegas. “Mereka harus menghadapiku dulu.”
Kami melanjutkan menonton. Ketika film sudah sampai di tengah-tengah, aku mendengar dengkuran pelan. Ku tolehkan kepalaku dan memandang Eun Ji yang tertidur.
Karena aku nggak tega melihat ia tertidur, jadi ku matikan filmnya lalu menggendongnya ke kamarnya. Begitu sampai ke kamarnya, ku rebahkan dia dan menyelimutinya lalu aku keluar dari kamarnya dan pergi ke kamarku sendiri.
I don’t need anyone else, it’s only you
-To Be Continued-